Sabtu, 10 Januari 2009

An Analysis on KIP under Kalimantan Urban Development Project

This research deals with issues of community participation in upgrading programs of urban development project in Indonesia. The upgrading programs in squatter/slum settlements was named popularly as KIP (Kampung Improvement Program) which was a major component in urban development projects since 1969. In mid 80s, IUIDP (Integrated Urban Infrastructure Development Program) approach was born as a correction to the first generation of urban development project in Indonesia and shifted urban development approach. Therefore, started from 1985 the second generation of urban development including KIP was launched in the more participative approach. For that matter, in order to know more about significant impacts of the program, the research was conducted in July 2005 in Flamboyan neighbourhood, Municipality of Palangkaraya, Indonesia where provision of urban infrastructures and facilities such as provision of water supply, improvement of footpaths, construction of public toilets and construction of communal septic tank was done through KIP under KUDP (Kalimantan Urban Development Project) started in 1995. The research assessed community participation in the whole process of the KIP’s development under IUIDP approach.

Started with assessment on process of development of KIP, the process was divided into two stages which were process of planning and process of implementation. In process of planning, actors involved were identified. They were divided into two groups which were governmental institution and community. Through analysis on tabulations of interview with key informants in both group, it was identified that the form of community participation was consultation where people are being and informed based on external professional opinions without being involved in decision-making Pretty (1997)[1], Plummer (2000 p.52 )[2]. In process of implementation, participatory approach simply did not happen because all of construction works were done professionally by local contractors.

There were some constraints that hampered the application of IUIDP in the whole stages such as technical problems among the institutions, lack of capability of government’s official, and limitation of opportunity for community to get involved. Therefore the limited form of participation as Taylor defined as the weak or little participation (Taylor, 1987 p.53)[3] came into being as a result of inappropriate approach to encourage community participation.

The limited form of participation, as it was identified as the only consultation, was not appropriate sufficient to encourage sense of ownership in the community to maintain the infrastructures and the facilities. Therefore, it was found that level of maintenance by community was low, and most of the facilities are being deteriorated.

Then if the community participation was limited in the KIP, did it influence impacts and outcomes to the community? The research found that impacts and outcomes are quite significant. Therefore the presence of significant impacts and outcomes by a policy intervention in a squatter settlement might not be related only to the level of participation.
[1] Adapted from Pretty (1997) in Sustainable Development Strategies: A Resource Book (2000 p.180)
[2] Plummer (2000), Element of Participation P.52
[3] Skiner, Taylor and Wegelin 2000 in Shelter Upgrading for the Urban Poor p. 52

Floodplain Settlement : A case of Kampung Mendawai

More development for new urban settlements in such rapidly economically growing areas and cities is, undoubtedly, a certainty. The development cannot be avoided because always there is a bunch of working people who are magnetized by a glimpse of an economic growth, needs to be housed yearly. More houses need more lands.

In an emergence of urbanisation, provision of lands for urban settlements, usually, become a big problem. Land price is definitely not affordable to the people. And as a solution, then, they looked for “another land” that could be possibly occupied in cheap price even for free. Unfortunately, that is a floodplain wetland nearby a river, a land that saturated with water long enough, an area that has biological function, ecological function, and hydrologic function.

Through the same way as it is, Kampung Mendawai, a kind of an urban settlement on a floodplain wetland in a growing city, Palangka Raya, has come to its existence. It has partly occupied the floodplain area, bit by bit, since its very beginning. Now about 2.94 km2 of its original size which is about 6 km2 has been converted. The conversion has definitely reduced a capacity of water storage that clearly made deterioration to a reliability of the floodplain in catching run-off volume of waters. And as a result, an unexpected flood annually comes to sink the urban settlement especially in a peak of a rainy season. It is a clear indication of a disturbance in a hydrology system in the floodplain.

ICT dan Perdagangan Komoditas di Daerah Hinterland

Teknologi komunikasi dan informasi berkembang dengan pesat. kehadiran teknologi ini tidak hanya telah merambahi kawasan urban tetapi juga terindikasi telah hadir di wilayah-wilayah pedalaman yang populer disebut kawasan hinterland terutama dalam dialektika urban-hinterland. Tanda-tanda kehadiran teknologi ini dapat dideteksi secara visual dengan melihat wilayah covering jaringan teknologi ini. Karena untuk memperbesar radius ruang covering, teknologi ICT sangat tergantung dengan jaringan yang digunakan untuk mendistribusikan informasi (berupa data text, image, voice) menuju media komunikasi dan informasi seperti telepon seluler, fixed telephone, radio, dan televisi.

Kawasan hinterland adalah kawasan penyokong kehidupan wilayah urban. Karena dari wilayah inilah bahan-bahan mentah (row material) di produksi dan di bawa ke kota.
Sehingga perekonomian kota ( Urban Economy) sedikit banyak di pengaruhi oleh eksistensi kawasan-kawasan hinterland di sekitar kota. Selain itu dialektika urban-hinterland dalam spektrum yang luas tidak hanya membawa implikasi pada soal demand and supply yang membentuk struktur perdagangan komoditas bahan mentah semata yang saling menguntungkan, namun juga dapat membawa pada implikasi-implikasi negatif. Eksistensi kawasan hinterland bisa menjadi beban bagi struktur wilayah urban. Jika migrasi penduduk dari kawasan hinterland ke ruang urban terjadi, karena alasan ekonomi, karena kawasan hinterland tidak menjadi tempat yang menjanjikan secara ekonomi, maka wilayah urban akan menerima penetrasi populasi yang tidak seimbang lagi dengan kemampuan urban dalam melakukan penyesuaian. Pertambahan populasi berarti, pertambahan ruang hidup (living space), pertambahan infrastruktur urban (penyediaan air bersih, pengolahan sampah, jaringan listrik, perumahan, dll), juga pertambahan permintaan lapangan pekerjaan (employment).

Dalam kerangka inilah, bagi para urban manager, dialektika urban-hinterland harus menjadi perhatian dengan melakukan upaya-upaya dinamisasi dan penguatan pada faktor-faktor yang mempengaruhi dialektika tersebut. Dan salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah faktor aksesibilitas pada informasi dalam hubungan perdagangan bahan mentah di kawasan hinterland. Faktor aksesibilitas pada informasi terutama informasi yang berhubungan dengan bisnis, ditemukan memperkuat posisi tawar (bargaining position) produsen dalam transaksi jual beli terutama dalam menentukan harga komoditas dalam negosiasi untuk mencapai tingkat ekspektasi harga yang diharapkan. Di kawasan hinterland Tangkiling yang relatif lebih terbuka dibandingkan kawasan hinterland Kalampangan dan DAS Rungan, ditemukan bukti bahwa kuatnya posisi tawar akan memicu kestabilan pada tingkat ekspektasi yang diharapkan oleh produsen sehingga lebih menguntungkan dan lebih menggairahkan perekonomian lokal.
Perekonomian di kawasan hinterland yang bergairah dan menjanjikan akan menahan arus migrasi dari kawasan hinterland menuju wilayah urban.

Aksesibilitas pada informasi dipicu dan disokong oleh teknologi komunikasi dan informasi.
Media yang umumnya ditemukan di kawasan hinterland adalah telepon seluler, fixed telephone, radio, dan televisi. Terdapat bukti yang signifikan bahwa penetrasi teknologi ini, melalui pengembangan jaringannya di kawasan hinterland, telah memicu perluasan pemanfaatan teknologi ini di kawasan hinterland kota Palangka Raya. Dan kepentingan bisnis merupakan salah satu spektrum dari penggunaan teknologi ICT.

Pengetahuan mengenai harga up to date komoditas bahan mentah yang diperoleh dengan bantuan teknologi ICT, menggunakan telepon seluler dan memilih fitur SMS (Short Message Service) untuk mengakses informasi dari berbagai sumber, ditemukan berkontribusi dalam memperkuat posisi tawar produsen dalam bernegosiasi untuk mencapai harga komoditas yang memenuhi tingkat ekspektasi.

Namun aksesibilitas kepada informasi ternyata bukanlah satu-satunya faktor yang memperkuat posisi tawar untuk dapat memenangkan negosiasi. Di temukan bahwa kemampuan dalam menahan/menyimpan produksi dalam jangka waktu yang lama, kualitas produksi juga menjadi elemen-elemen yang menentukan posisi tawar. Sehingga walaupun posisi tawar dalam negosiasi transaksi jual beli bisa menguat sebagai akibat dari aksesibilitas kepada informasi utamanya informasi harga terbaru, namun posisi tawar tersebut tidak akan sampai kepada penentuan tingkat harga ekspektasi yang memuaskan produsen jika tidak dilengkapi dengan daya kemampuan untuk menahan hasil produksi dalam jangka waktu lama dan meningkatkan kualitas produksi.

Structure of Global Trade Analysis Project

Behavioral Equations

1. FIRM BEHAVIOR
This explanation about firm behavior will be derived from the technology tree. This kind of production structure is a convenient way of representing separable, constant return-to-scale technologies.

ava(j,s) qva(js
qf(i,j,s) af(i,j,s)
Land Labor Capital
qfe(i,j,s) afe (i,j,s)

Domestic Foreign
qfd(i,j,s) qfm(I,j,s)
qxs(i,r,s)
Leontief
CES
CES
CES

the primary factors of production are Labor,Capital, however in agriculture a third input, land enters the production factors. Their quantities are denoted as QFE(i,j,s) or in thr percentage change form qfe(i,j,s). Firm will purchase also intermediate goods which is supplied domestically qfd(i,j,s) and some are imported. Qfm(i,j,s). In case of imports, those will be sourced from particular exporters qxs(i,r,s). The manner in which the firm combines individual inputs to produce its output, QO(i,s) depends largely on the assumption of separability in production (i.e. assume that the firms choose their optimal mix of primary factors independently of the prices of intermediate input). By this type of separability, a restriction will be imposed that elasticity substitution (ES) between those primary factors on the one hand and and intermediate inputs on the other hand is equal.

Behavioral equation:
Composite Import Nest
pim(i,s)=∑MSHRS(i,k,s)*pms(i,k,s)
while
qxs=(i,r,s) =qim(i,s)-σM(i)*[pms(i,r,s)-pim(i,s)]

MSHRS (i,k,s) is the share of import of i from region k to region s
pim(i,s) is price of composite imports for i in region s
pms is individual market price.


Behavioral equation for Producers
Composite Intermediate Nest
Pf(i,j,r)=FMSHR(i,j,r)*pfm(i,j,r)+[1-FMSHR(i,j,r)]*pfd(i,j,r)
qfm(i,j,s)=qf(i,j,s)-σD(i)*[pfm(i,j,s)-pf(i,j,s)]
qfd(i,j,s)=qf(i,j,s)-σD(i)*[pfd(i,j,s)-pf(i,j,s)

FMSHR (i,j,r) is the share of import in firms for tradable commodities (i) in sector j in region r.

Value Added Nest:
Pva(j,r)=∑SVA(k,j,r)*[pfe(k,j,r)-afe(k,j,r)]
qfe(i,j,r)+afe(i,j,r)=qva(j,r)-σVA(j)*[pfe(i,j,r)-afe(i,j,r)-pva(j,r)

pva is price of composite value added
qfe is conditional demands for endowment commodities
SVA is the share of endowment commodities (i) in sector j in region r
pfe is price variable
afe(i,j,r) is the rate of primary factor-augmenting technical change.

Total Output Nest:
qva(j,r)+ava(j,r)=qo(j,r)-ao(j,r)
af(i,j,r)+af(i,j,r)=qo(j,r)-ao(j,r)

Zero Profit:
VOA(j,r)*[ps(j,r)+ao(j,r)]= ∑VFA(i,j,r)*[pfe(i,j,r)-afe(i,j,r)-ava(j,r)]+∑VFA(i,j,r)*[pf(i,j,r)-af(i,j,r)+VOA(j,r)*profitslack(j,r)

While
The way to obtain CES-derived demand equation. Consider the CES is defined as the percentage change in the ratio of the two cost minimizing demand :
σ= (Q1/Q2)/(P1/P2)




expressing equation in a percentage change form :
(q1-q2)=σ(p1-p2) (equation 1)

use the fact that firms’pay factors their marginal value product, will give relationship between inputs and outputs:
q=θ1q1+(1-θ1)q1
θ is the cost share of input1 while (1-θ1) is the cost share of input 2, then
q2=(q-θ1q1)/(1-θ1)

which may substitute to equation 1 to yield :
q1=σ(p2-p1)+[q-θ1q1]/(1-θ1)

simplified to yield :
q1=(1-θ1)σ(p2-p1)+q (equation 2)

the percentage change in composite price
p=θ1p1+(1-θ1)p2
solving for p2 as a function of p1 and p then substituting this to equation 2 to obtain

q1=(1-θ1)σ{[p-θ1p1]/(1-θ1)-p1}+q

then simplified to get derived demand equation for the first input in this CES composite

q1=σ (p-p1)+q



2. HOUSEHOLD BEHAVIOUR
Regional household behavior is governed by an aggregate of utility function
over composite private consumption, composite government purchases,and saving. The behavioral equations for regional household are provided below: .

Aggregate utility:
INCOME(r)*u (r) = PRIVEXP*up(r)+GOVEXP(r)*[ug(r)-pop(r)]+SAVE(r)*[qsave(r)-pop(r)]

qsave is quantity of saving
ug is government’s composite

Regional saving:
qsave(r)=y(r)-psave+saveslack (r)

Government purchases:
ug(r)=y(r)-pgov(r)+govslack(r)

Demand for composite goods:
pgov(r)=∑VGA(i,r)/GOVEXP(r)*pg(i,r)
qg(i,r)=ug(r)-[pg(i,r)-pgov(r)
pgov is an aggregate price index of all government purchases
qg is demand for composite goods

Composite tradeables:
pg(i,s)=GMSHR(i,s)*pgm(i,s)+[1-GMSHR (i,s)*pgd(i,s)

3. GLOBAL TRANSPORTATION
Global activities such as Internasional transport services are needed to be required in GTAP model in order to intermediate between supply and demand. To simplified just combine these services into a single composite international transport good, the value of which is :
VT=QT*PT


QT is the amount of homogenous product
Equilibrium in the global transport services market requires:

QT=∑ ∑ ∑ QTS(i,r,s)
iεTRAD rεREG sεREG

QTS is the amount of homogenous product used in shipping commodity(i) from region r to region s.

4. CONCLUSSION
GTAP model covering data bases, parameters, aggregation, and computation, therefore in order to develop understanding about what is the structure of the GTAP all about, we need to understand firstly how international trade work. It can be learned from two models of economy which are closed economy and open economy. From that, then all databases, parameters, aggregation, and computation may be determined. The other issues that are important to be considered are behavior of firms, households (private, regional, government) and also global activities such as global investments and global transport services. And then Equations of all those can be developed for computation in GTAP program.

Global Trade Analysis Project

Summary
In a simplified version of Global Trade Analysis Project (GTAP) model, there are two kind of economic activities that supposed to be overviewed and from those points, the basic notation, equations, and intuition of GTAP then can be developed.

Firstly, consider, a closed economy without taxes, no subsidy, no depreciation are present in one region.. Since there is no tax, then income of regional household will come from the sale of endowment commodities to firms (VOA). Firms will combine these endowment commodities with intermediate goods (VDFA) to produce goods for final demands. Of course this involves sales to private households (VDPA), government households (VDGA), and the sale of investment goods to satisfy the household regional’s demands for saving (REGINV).

Secondly, consider, an open economy without taxes. This introduces international trade by adding another region, Rest of The World (ROW). ROW is a source of imports, and also a destination for exporting. (VXMD). Note, that import is traced by agents in domestic economy that resulting in distinct import payments to ROW from private households, government households (VIGA), and firms (VIFA).

Then in the domestic markets in r region, we found that there is one to one relationship between producing sectors and commodities as following

VOA (i,r) : PS (i,r) * QO (i,r)
+ PTAX(i,r)
= VOM (i,r) : PM (i,r) * QO (i,r)

VDM(i,r) also consider VST (i,r)

VXMD (i,r,s) : PM (i,r) * QXS (i,r,s)
+ XTAXD(i,r,s)

VXWD(i,r,s) : PFOB(i,r,s) * QXS (i,r,s)

While at global market, value of transportation from r to s (VTWR) must be added as following
+ VTWR(i,r,s)
= VIWS(i,r,s) : PCIF(i,r,s) * QXS(i,r,s)
+MTAX (i,r,s)
= VIMS (i,r,s) : PMS(i,r,s) * QXS(i,r,s)

VIM(i,s) : PIM(i,s)*QXS(i,s)



Then we can write the market clearing condition for tradable commodities supply as following :

VOM(i,r) = VDM(i,r)+VST(i,r)+∑VXMD(i,r,s)
sεREG
in term of price and quantity for i and region r
PM(i,r)*QO(i,r) =
PM(i,r)*[QDS(i,r)+QST(i,r)+∑QXS(i,r,s)]
sεREG

Divided by PM(i,r) then we obtain the usual form in clearing condition

QO(i,r)=QDS(i,r)+QST(i,r)+∑QXS(i,r,s) (1)
sεREG

as we are interested to see the behavioral component in the model in percentage changes then we use solution of nonlinear AGE models via a linearized representation as written in the formula :

dV/V=d(PQ)/PQ=p+q

hence equation 2.1 becomes :
QO(i,r)qo(i,r)=QDS(i,r)qds(i,r)+QST(i,r)qst(i,r)+∑QXS(i,r,s)qxs(i,r,s)
sεREG


GTAP also consider such a matter like behavior(firms,households, and government)
Firms behavior is understood as a natural act of the firms to survive in production, purchasing and selling. It is represented in this CES composite:

q1=σ(p-p1)+q

Whereas, household behavior is governed by an aggregate utility function (private consumption, government purchases, and savings).

GTAP does not take into account to macroeconomic policies and monetary phenomena. Rather, it concerns with simulating the effects of trade policies and resource-related shocks on the medium term patterns of global production and trade. And at the end GTAP take into account such as distribution sales to regional market (iεTRADE), sources of household purchases (iεTRADE), sources of firms’ purchases (jεPROD), sources of household factor service income, disposition and sources of regional income, international transport sector, demand for regional investment goods. And GTAP also provide accounting of relationships in the model, price linkage equations, composite imports nest, behaviour equation both for households (private, regional, government) and firms.

Urban Economic Growth

Pertumbuhan ekonomi kota (Urban Economic Growth) adalah prasyarat penting untuk menuju kota yang kompetitif. Sebuah kota yang akan survive dan berpengaruh di tengah persaingan di era globalisasi ini. Pertumbuhan ekonomi yang memadai untuk membiayai pembangunan kota (City Development) hanya bisa muncul melalui suatu perencanaan dan strategi yang tepat untuk menciptakan jejaring aktivitas didalam sebuah ruang kota dan daerah hinterlandnya, dilakukan oleh manager kota. Untuk mendapatkan hasil yang optimal dan tepat sasaran pertumbuhan ekonomi perlu direncanakan melalui suatu strategi yang memiliki action plan-action plan yang bersifat detail, terperinci, dan dapat diterapkan di dalamnya, dengan memperhitungkan keunggulan komparatif yang dimiliki.

Untuk dapat membuat sebuah blue print, strategi, maka terlebih dahulu diperlukan political will dari para pengambil keputusan (politisi kota) yang kemudian dituangkan dalam apa yang disebut kebijakan kota (Urban Policy). Urban Policy bicara tentang APA yang harus dilakukan (WHAT has tobe done), sementara strategi adalah soal BAGAIMANA melaksanakannya (HOW has tobe done). Dalam penelitian ini, untuk kasus kota Palangka Raya, Indonesia ditemukan suatu hubungan yang erat antara kebijakan kota dengan pertumbuhan ekonomi kota. Kebijakan kota di bidang ekonomi secara signifikan telah mempengaruhi pertumbuhan ekonomi kota yang ditemukan pada indikator pendapatan asli daerah (local revenue), PDRB (Gross Domestic Product), dan Pendapatan per kapita (income per capita). Lebih lanjut ditemukan juga bahwa, retribusi Daerah Kota Palangka Raya yang diatur melalui suatu Peraturan Daerah (PERDA), secara signifikan mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah. Sementara itu faktor penentu kepada laju pertambahan Retribusi daerah sebagai yang teruji dari pertambahan laju di tahun 2000, 2001, 2003,2004, dan 2005 adalah kebijakan kota (Urban Policies) yang tertuang dalam bentuk produk hukum Perda, dan perangkat pendukungnya seperti petunjuk teknis pelaksanaan pada level dinas pelaksana yang berada dibawah Pemerintah Kota. Sehingga pada akhirnya Kebijakan Kota Palangka Raya untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah melalui pungutan retribusi daerah yang diatur pelaksanaannya dalam peraturan-peraturan daerah, dan petunjuk teknis pelaksanaan, secara signifikan berperan dalam mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Kota (Urban Economic Growth) seperti yang tercermin dalam laju rata-rata pertumbuhan PAD.

Hamparan Petak Luaw (Lahan Basah)

Pengantar :
Artikel ini merupakan ekstraksi populer dari sebuah makalah ilmiah yang disajikan dalam Seminar Internasional SURED (Sustainable Resource Development) dengan tema “Sustainable Management of Water and Land Resources”, case : Central Kalimantan and DKI Jakarta, diselenggarakan di Jakarta 25-27 Agustus lalu. Seminar ini merupakan hasil kolaborasi antara DAAD (mewakili Pemerintah Jerman), Karlsruhe University, UKI, dan Fakultas Teknik Universitas Palangka Raya, dihadiri oleh peserta dan pembicara yang datang dari berbagai Negara (India,China,Vietnam,Pakistan,Belanda, Jerman, dan Indonesia). Seminar ini dibuka oleh Gubernur Provinsi Kalimantan Tengah, Bapak A. Teras Narang, S.H yang menyampaikan Keynote Speech tentang Pengelolaan Pembangunan yang Berkelanjutan di Kalimantan Tengah.


Lahan Basah dan Fungsinya
Lahan basah yang secara kasat mata dicirikan oleh genangan air dangkal di area yang cukup luas, merupakan habitat bagi beberapa vegetasi dan spesies binatang tertentu yang telah beradaptasi dengan lingkungan basah. Lahan basah banyak ditemukan di berbagai tempat di dunia, termasuk di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah. Lahan basah memiliki fungsi biologi, ekologi, dan hidrologi yang sangat penting. Secara generik, beberapa klasifikasi lahan basah di Kalimantan Tengah seperti river floodplain (Daerah Bantaran Sungai), rawa gambut (peat swamp), rawa-rawa (fresh water swamp) mendapatkan penyebutan dalam lidah lokal sebagai petak luaw (dalam bahasa dayak ngaju).

Pada fungsi biologi, lahan basah merupakan habitat yang mendukung kehidupan beberapa jenis tumbuhan dan binatang. Pada fungsi ekologi, lahan basah merupakan gudang penyimpan karbon bumi yang merupakan hasil penguraian materi yang telah terjadi dalam jangka waktu yang sangat lama. Rusaknya fungsi ini dapat mengakibatkan emisi karbon ke atmosfer yang berkontribusi kepada pemanasan global dan perubahan ikilim serta terganggunya keseimbangan ekologi. Pada fungsi hidrologi, lahan basah berfungsi menyimpan cadangan air permukaan dan air bawah permukaan, membantu memperlambat pelepasan air daratan ke laut. Selain itu, lahan basah yang terletak dekat dengan sungai (floodplain wetland) berfungsi menampung limpasan (Run Off) air sungai, sehingga ditengah laju kerusakan hutan di bagian hulu di tambah dengan laju pendangkalan sungai di bagian hilir yang luar biasa, maka kemampuan tersebut sangat diperlukan untuk meminimalkan banjir di bagian tengah dan hilir yang umumnya banyak terdapat wilayah-wilayah pemukiman dan infrastruktur dalam skala besar. Hilangnya fungsi tersebut dapat berarti bencana.

Paling tidak, lebih dari 20% wilayah provinsi Kalimantan Tengah merupakan lahan basah. Dengan geografi wilayah yang didominasi oleh pegunungan dan pebukitan, dengan eksistensi hutan hujan tropis basah di wilayah utara, dan dominasi dataran rendah pada wilayah selatan yang berpenduduk lebih banyak, maka keberadaan lahan basah tersebut menjadi sangat penting, karena tumpahan air permukaan dan bawah permukaan yang mengalir dari “tangki air raksasa” di pegunungan Muller-Schawanner, sebagian besar “ditangkap” oleh variasi inland dan coastal wetland yang banyak terhampar mulai dari utara sampai ke selatan, sehingga mengamankan wilayah tengah dan hilir dari banjir yang menghancurkan.

Namun seiring dengan semakin habisnya kawasan lahan basah, akibat dialihfungsikan menjadi lahan perkebunan, pertanian, dan pemukiman atau semakin besarnya intensitas gangguan terhadap fungsi-fungsi tersebut akibat pembukaan saluran irigasi, pembuatan kanal baru dan pembangunan infrastruktur jalan dan drainase, maka mungkinkah mimpi buruk tentang bencana banjir yang akan menenggelamkan pemukiman dan infrastruktur di bagian selatan provinsi Kalimantan Tengah akan menjadi kenyataan?

Pembangunan Pemukiman dan Infrastruktur Kota di atas Lahan Basah
Di Kalimantan Tengah, sebagian besar kawasan pemukiman dan infrastruktur yang dibangun di kota-kota kecil (berpenduduk kurang dari 500.000), berada di wilayah Selatan, yang umumnya merupakan dataran rendah. Sebut saja misalnya beberapa kota kecil tersebut seperti Kuala Kapuas, Pulang Pisau, Palangka Raya, Kasongan, Sampit, Kuala Pembuang, Pangkalan Bun.

Pada awalnya kota-kota tersebut merupakan pemukiman kecil yang terletak ditepi sungai. Kemudian seiring dengan proses perkembangan “menjadi kota” yang utamanya dipicu oleh faktor pertambahan penduduk melalui migrasi, pertumbuhan ekonomi, dan pemekaran wilayah pemerintahan, maka konsentrasi pemukiman dan infrastruktur kota (jalan, drainase kota, jaringan air bersih, jaringan listrik dan lain-lain) mulai bergeser menjauhi tepi sungai dan semakin membesar. Ketersediaan tanah untuk pembangunan perumahan, perkantoran dan infrastruktur baru serta pembukaan lahan pertanian baru merupakan suatu kebutuhan yang sangat krusial. Kebutuhan inilah yang kemudian menggiring kepada upaya okupasi dan konversi lahan basah yang banyak terdapat dalam wilayah administrasi kota.

Banyak hamparan rawa gambut, rawa-rawa, dan daerah bantaran sungai di dalam wilayah kota, telah dikonversi menjadi kawasan pemukiman baru. Genangan air di hamparan tersebut telah lenyap, berganti dengan timbunan tanah baru untuk dasar pondasi rumah, gedung,dan jalan. Sementara itu beberapa hamparan lahan basah yang telah berubah menjadi kawasan pemukiman, masih berfungsi, walaupun menunjukan indikasi fungsi yang semakin menurun, hal ini disebabkan karena pemukiman dan infrastruktur diatasnya semakin bertambah, semakin melampaui daya dukungnya, semakin bertumpuknya sampah non organik, dan air limbah beracun yang sulit terurai di alam terbuka. Namun demikian, karena pemukiman dan infrastruktur tersebut di bangun di atas tongkat-tongkat kayu yang tertancap pada tanah di bawah permukaan air, maka lahan basah tersebut masih mampu berfungsi menampung limpasan air sungai dan mendukung habitat tumbuh-tumbuhan dan binatang pada batas-batas tertentu. Namun sampai kapan fungsi ini masih bertahan jika pembangunan pemukiman dan infrastruktur di atas lahan basah masih berlangsung seiring dengan perkembangan kota?

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Jurusan Arsitektur Universitas Palangka Raya pada tahun 2007, ditemukan kurang lebih seluas 60 km2 lahan basah di wilayah kota Palangka Raya telah dikonversi menjadi kawasan pemukiman dan pertanian selama kurun waktu pembangunan dari tahun 1973 sampai tahun 2007. Hasil penelitian juga menunjukan bahwa terhadap hubungan yang sangat kuat antara laju pengembangan kota dengan laju konversi lahan basah dan pengurangan luas hamparan lahan basah. Jadi jika hubungan tersebut berbanding terbalik, maka umumnya untuk kota yang masih berkembang secara horisontal, berlaku hubungan sebab akibat yang diasumsikan sebagai berikut ; semakin berkembang kota, semakin berkurang luas lahan basah. Asumsi ini cukup mengkuatirkan, karena, pertama, semua kota di di Kalimantan Tengah memiliki hamparan-hamparan lahan basah di dalam wilayahnya, pada satu sisi, sementara pada sisi yang lain, perkembangan kota menuntut penyediaan lahan untuk keperluan pembangunan pemukiman dan infrastruktur baru, sehingga okupasi dan konversi lahan basah menjadi sebuah keniscayaan. Kedua, lahan basah tersebut memiliki fungsi yang sangat krusial (Biologi,Ekologi,Hidrologi), kerusakan pada lahan basah akan menyebabkan emisi karbon ke atmosfir, dan ketiga, sebagian besar kota yang berpopulasi besar di wilayah provinsi Kalimantan Tengah berada di wilayah selatan yang rendah dan datar, sehingga dapat memunculkan peluang banjir pada beberapa level ketinggian.

Penutup
Jika memperhatikan fungsi krusial dari hamparan-hamparan lahan basah di dalam wilayah kota pada khususnya dan di dalam wilayah provinsi Kalimantan Tengah atau region Kalimantan pada umumnya, dan jika mencermati kecenderungan pengalihan fungsi lahan basah untuk kepentingan pembangunan pemukiman dan infrastruktur baru, sebagaimana selama ini di telah berlangsung di kota-kota yang sedang berkembang di wilayah provinsi Kalimantan Tengah, di tambah dengan laju kerusakan hutan di bagian hulu dan laju pendangkalan di bagian hilir yang luar biasa, maka diperlukan semacam blue print konsep pembangunan yang berwawasan lingkungan (eco-development concept) yang akan memandu kebijakan yang pro lingkungan dan pro pertumbuhan ekonomi dan memandu upaya perencanaan wilayah regional, wilayah kota, dan kawasan pemukiman yang tepat, di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah dan region Kalimantan, jika kita tidak ingin menuai bencana yang lebih besar di masa mendatang.

(Penulis adalah Mahasiswa Doktoral di Toyohashi University Of Technology, bidang kajian Urban and Regional Management and Development, bekerja di Jurusan Arsitektur Universitas Palangka Raya)

Selasa, 06 Januari 2009

Belajar dari Kota Tilburg

Tilburg adalah kota ke enam terbesar di Belanda terletak di provinsi Noord Brabant. Kota ini di huni oleh kurang lebih 200.000 penduduk dengan jumlah pegawai pemerintah sebanyak 2.200 orang. Anggaran tahunan dipatok pada angka 725 juta Euro (kira-kira 7.25 trilyun rupiah) untuk tahun 2007, atau kira-kira lebih empat belas kali lipat dari APBD kota Palangka Raya. Jangan salah saya tidak bermaksud untuk membandingkan Tilburg dengan Palangka Raya. Saya hanya memiliki interest untuk melihat kelebihan pengelolaan kota ini yang barangkali berguna untuk menjadikan Kota kita Palangka Raya semakin lebih baik. Kota Tilburg terkenal sebagai kota yang berhasil menerapkan New Public Administration (NPA) dalam pengelolaan kota sejak tahun 1986 yang menjadikan kota ini menjadi lebih efisien dan efektif dalam mengurus 200.000 warganya.
Apakah yang dimaksud dengan New Public Administration (NPA)? NPA adalah salah satu konsep pengelolaan administrasi kota dengan basis manajemen perusahaan yang berorientasi pada produk (Product) dan kepuasan pelanggan (Customer Satisfaction). Jadi dalam bahasa sederhananya mengelola kota dengan pendekatan pengelolaan perusahaan atau dengan cara seperti mengelola sebuah perusahaan. Nah apa saja yang menjadi ciri utama NPA? Pertama, dalam NPA, Manager kota ( walikota) dan seluruh jajaran stafnya berorientasi pada kinerja, di mana walikota dituntut untuk menunjukan kinerja yang bagus dan dapat terukur. Yang kedua, seluruh sumber daya dikerahkan untuk menghasilkan suatu produk atau program atau jasa pelayanan publik. Yang ketiga NPA membuka ruang kompetisi yang lebih besar, Manajemen yang diterapkan adalah menghargai pegawai-pegawai yang berprestasi. Dalam NPA semua pemakaian sumber daya dilakukan secara cermat dan hati-hati. Tujuan akhir dari NPA adalah memberikan pelayanan yang memuaskan kepada para warga kota.
Di Tilburg, semua pelayanan publik seperti, pengurusan akte kelahiran, pernikahan, SIM, Paspor, Kartu Identitas, Pengurusan Ijin, dan lain-lain dilakukan dengan sistem pelayanan satu atap. Untuk memudahkan warga, sistem pelayanan satu atap ini tersebar dalam 20 outlet/shop yang mengcover seluruh wilayah Tilburg. Warga yang ingin berurusan bisa memilih datang secara langsung ke outlet-outlet tersebut atau menyelesaikan urusannya melalui internet/sistem online tanpa harus melakukan kontak langsung. Outlet utama yang terletak di pusat kota, melayani rata-rata 600 warga setiap harinya. Semua pelayanan dilakukan dengan cepat dan tidak bertele-tele berkat tersedianya sistem informasi yang terpadu. Sebagai contoh, ketika seorang warga ingin mengurus paspor maka pertama kali dia harus mendatangi meja informasi, di situ seluruh berkas persyaratannya akan diperiksa, kalau sudah lengkap maka dia akan langsung diarahkan ke bagian pengurusan paspor. Di bagian ini, kartu identitasnya akan dicek dan seluruh data dirinya akan langsung terpampang dilayar komputer. Pemrosesan paspornya hanya akan berlangsung tidak lebih dari 15 menit. Setelah itu berkas aplikasi akan dikirim secara elektronik ke IND (Imigrasinya Belanda). Dan dalam waktu 1 hari paspor itu sudah selesai dan diterima oleh pemiliknya. Dan yang lebih penting tidak ada calo yang berkeliaran dan biaya siluman. Pelayanan satu atap memang bukan hal yang baru di negeri kita. Hanya saja bedanya adalah pemrosesan yang bertele-tele dan memakan waktu yang lebih lama. Bahkan kadang-kadang di tempat-tempat tertentu berkeliaran calo-calo yang menjanjikan kemudahan.
Di Tilburg, antara City Council (DPRD) dan Walikota memiliki satu kesepakatan yang dituangkan secara formal ke dalam apa yang disebut sebagai Contract Management (CM). CM dibuat setiap tahun bersamaan dengan pengajuan rencana anggaran. Dalam CM disebutkan bahwa para politikus yang mewakili partai-partai politik, hanya akan membuat arah kebijakan kota, anggaran beserta dengan legislasinya, sementara pelaksanaan sepenuhnya akan menjadi wewenang para birokrat. Kontrak ini menjamin tidak adanya intervensi politik kedalam tataran pelaksanaan. Sehingga dipastikan tidak akan ada kepentingan terselubung didalam setiap program kota. Semua kepentingan adalah hanya untuk mensejahterakan warga kota. Disinilah esensi sebuah pemerintahan menemukan bentuknya yang sejati. Pemerintahan dibentuk bukanlah untuk menjadi tuan atas masyarakat, tapi justru sebuah pemerintahan dibentuk oleh suatu masyarakat, yang dengan sukarela menyerahkan sebagian hak-hak individunya, melalui suatu mekanisme demokrasi, tujuan pokoknya adalah untuk melayani kepentingan-kepentingan masyarakat.
2.200 pegawai pemerintah yang dimiliki oleh Tilburg bekerja dengan profesional. Bahkan penampilan Meneer Geert yang menyambut kedatangan kami lebih tampak sebagai seorang direktur perusahaan dari pada sebagai seorang birokrat tulen. Tilburg membangun reputasinya tidak dalam semalam. Sebelum tahun 1986, kondisi keuangan Tilburg mengalami defisit selama bertahun-tahun, kinerja pegawainya buruk, dan sistem berjalan dengan tidak efisien sehingga pada waktu itu pemerintah kota memutuskan untuk bangkit dan mengubah sistem management dan administrasi kota dengan menerapkan NPA yang dengan konstan berfokus pada aspek efisiensi, desentralisasi tanggung jawab, membangun contract management, dan pembenahan manajemen internal. Jumlah pegawai yang terlalu banyak dikurangi dengan penawaran pensiun dini. Mereka mengatasi kendala finansial dengan mengajukan kredit ke bank. Perlahan tapi pasti semenjak tahun 1986 kondisi finansial kota Tilburg bergerak kearah positif. Pemerintah Tilburg merumuskan prinsip bahwa warga kota adalah penghuni kota yang harus dilayani, warga kota adalah pelanggan sementara pemerintah kota adalah penyedia pelayanan publik. Riset yang dilakukan terus menerus setiap tahun dengan melibatkan kalangan perguruan tinggi, bertujuan untuk mengukur tingkat efektifitas program yang digunakan untuk memperbaiki program selanjutnya, dan juga bertujuan untuk mengukur tingkat kepuasan warga. Sebagai contoh riset yang dilaksanakan pada tahun 2007 menunjukan bahwa 97.4% warga kota merasa puas dengan pelayanan pemerintah. Dan sepanjang tahun 2007 hanya ditemukan 5 kasus komplain dari warga.
(Penulis adalah Mahasiswa Doktoral di Toyohashi University Of Technology, bidang kajian Urban and Regional Management and Development, bekerja di Jurusan Arsitektur Universitas Palangka Raya)

Tahun Baru

Menjelang pergantian Tahun baru, berada di negeri orang, membuat saya menyimpan satu keinginan untuk melihat bagaimana perayaan pergantian tahun di negeri Belanda. Tentu saja saya masih membawa referensi perayaan tahun baru di negeri kita , yang biasanya ditandai dengan penyemutan suatu massa di tempat tertentu, alun-alun misalnya, atau bundaran besar kalau di Palangkaraya, pertunjukan musik adalah suatu keniscayaan
Dengan suatu hasrat untuk membandingkan inilah, tepat pukul 11 malam saya memaksakan diri untuk keluar dari kamar meskipun kepala agak sedikit pusing, sepulang dari Maastricht mungkin sedang terserang influenza. Udara sangat dingin, mungkin di bawah 0 derajat celcius. Saya mengenakan jaket tebal, memasang “Mut” (topi wol) dan membawa kamera digital, yang saya pikir mungkin berguna untuk merekam detik-detik pergantian tahun. Dari jalan schicade tempat tinggal saya melangkah kearah timur menuju Erasmus bridge, jembatan kebanggan warga Rotterdam. Sambil melangkah, sesekali memainkan uap udara yang keluar seperti asap dari lubang mulut, saya memperhatikan keadaan lalulintas. Tidak terlalu ramai memang, paling tidak seperti biasanya, mobil-mobil berseliweran dengan kecepatan yang tidak terlalu tinggi. Sesekali lewat mobil yang mengumandangkan “house music” dengan volume yang keras.
Tram yang biasanya lewat dijalan Schikade hari itu sudah berhenti beroperasi sejak jam 8 malam demikian juga kereta, metro dan bis. Memang transportasi massa di Rotterdam sangat bagus, karena dilayani oleh berbagai alternatif alat angkut. Untuk jarak jauh, antar kota antar propinsi, maka kereta listrik jadi andalan, meskipun untuk jarak dekat juga tersedia kereta listrik. Untuk dalam kota tersedia dua alternatif naik tram, atau bis. Sementara untuk menghubungkan kota-kota pemukiman baru disekitar Rotterdam, umumnya dilayani oleh metro. Kita memang jarang melihat kehadiran metro, karena umumnya metro berjalan di bawah tanah. Untuk masuk ke stasiunnya kita harus “menyelam” terlebih dahulu ke bawah tanah melalui tangga berjalan yang tersedia disetiap stasiunnya.
Sehingga praktis angkutan kota sudah “lumpuh” total sejak jam 8 malam menjelang detik-detik pergantian tahun. Saya berjalan dengan langkah cepat menyusuri jalan Schicade bertemu dengan “hooftplein” (mirip bundaran HI di Jakarta), belok sedikit dan menyeberangi lintasan tram, saya bertemu Staad huis (kantor walikota) yang terletak tidak jauh dari centrum. Suara petasan terdengar sahut menyahut di langit Rotterdam dengan kekerapan yang tidak terlalu tinggi. Saya sungguh tidak tahu dari mana mereka mendapatkan barang itu, karena di Rotterdam barang tersebut dilarang untuk perjual belikan.
Di pojok jalan saya melihat, sekumpulan anak-anak muda, yang kalau melihat tampangnya, keturunan Turki, sedang bermain-main dengan petasan. Asap yang berbau belerang memenuhi pojok jalan itu.Tidak ada polisi. Dari Beurs, saya melanjutkan perjalanan, melewati museum maritim, didepan museum saya melihat Kapal yang sengaja diletakan ditepi jalan sebagai monumen yang menjadi penanda keberadaan sebuah museum maritim . Sejenak ingatan saya melayang ke Aceh, dalam tayangan CNN saya juga melihat kapal yang terletak ditepi jalan di Aceh. Hanya bedanya kapal di Aceh dihanyutkan oleh gelombang tsunami yang merupakan bencana yang sungguh sampai saat ini membuat hati saya risau tentang keadaan diAceh. Kemarin saya bertemu, ketua PPI Rotterdam, dan berbicara untuk menggalang dana bagi bantuan kemanusiaan di Aceh.
Dari kejauhan saya sudah melihat konstruksi Erasmus bridge, yang satu-satunya kolom utama berbentuk segitiga bengkok raksasa yang menjulang tinggi dari tengah sungai New Maas. Dari kolom raksasa itu muncul juluran puluhan kabel-kabel baja ke dua arah yang berlawanan untuk menopang badan jembatan. Panjang jembatan kira-kira 1,5 kilometer dengan lebar 30 meter. Di tengah badan jembatan terbujur jalur untuk tram, diapit jalur untuk kendaraan bermotor, sementara diujung paling kanan dan kiri badan jembatan tersedia jalur untuk pejalan kaki dan jalur untuk sepeda yang biasanya di belanda ditandai dengan cat warna merah pada jalannya.
Menjelang mendekati jembatan itu, suara petasan masih mendominasi, rasanya tinggal didaerah perang dengan intensitas ledakan yang kecil, orang-orang juga memiliki tujuan yang sama menuju jembatan. Saya memilih berhenti di tengah-tengah jembatan. Dari posisi ini saya bisa melihat seantero Rotterdam yang terletak ditepi sungai. Malam itu gelap tanpa ada bulan dan bintang, tapi bangunan-bangunan yang terletak ditepi sungai memancarkan gemerlap lampu-lampu yang berwarna-warni dengan kerlap-kerlipnya, sungguh cantik. Sementara dibawah bersandar dua kapal tour keliling kota di dermaganya. Saya pernah naik salah satu kapal itu yang bernama Marcopolo dalam suatu “excursion” ke staadhavens, untuk melihat salah satu pelabuhan terbesar didunia. Saya teringat ketika melihat pemandangan Rotterdam dari atas kapal dan membayangkan bagaimana kalau hal ini bisa juga saya nikmati di kota kebanggaan kita Palangkaraya. Posisi Rotterdam itu sendiri kalau menurut saya, sangat mirip dengan posisi kota Banjarmasin atau Kumai atau Sampit, dimana letaknya agak sedikit ditarik dari laut lepas masuk ke bagian dalam sungai. Jaraknya dari laut lepas kira-kira 30 km.
15 menit menjelang tahun baru, langit Rotterdam mulai dipenuhi kembang api dalam skala kecil, terlihat membubung dari setiap sudut kota yang dapat terlihat dari jembatan dari berpendaran diangkasa dengan indah. Warna-warna pelangi bermunculan dari percikan kembang api yang meledak di angkasa sungguh kontras dengan warna langit Rotterdam yang gelap. Sementara warga mulai menyemut, dari berbagai penjuru kota. Mobil-mobil berhenti di jembatan. Para noni-noni belanda yang juga terdiri dari berbagai keturunan, ada noni belanda yang berkulit gelap berarti berasal dari afrika atau suriname, ada juga yang berkulita sawo matang seperti saya, berarti dia berasal dari Indonesia, mereka berdandan modis dan semuanya cantik-cantik paling tidak dalam pandangan mata saya. Sementara di seberang jalan, saya melihat anak-anak muda mengeluarkan bungkusan petasan dari dalam bagasi mobilnya, dan mulai mengganggu para noni dengan bunyi petasan yang mengejutkan. Sesekali terdengar ungkapan kekagetan akibat bunyi petasan yang meledak didekatnya. Tidak ada yang marah, semua wajah kelihatannya senang dan penuh dengan tawa dan canda. Sesekali terlihat orang-orang yang berjalan sambil menenteng botol minuman keras, agak sedikit mabuk tapi tidak mengganggu. Tidak ada perkelahian. Karena memang disini berlaku hukuman yang sangat keras untuk mereka yang berkelahi dan memukul. Bisa masuk penjara bertahun-tahun. Itulah sebabnya orang Belanda hanya doyan bertengkar mulut, tapi memukul, itu soal yang sangat sangat dihindari.
5 menit menjelang pergantian tahun, intensitas bunyi petasan dan kembang api semakin tinggi, bunyi seolah-olah tidak berhenti, suara gaduh warga, suara tawa dan canda terdengar bersahut-sahutan dari berbagai pojok jembatan. Sebenarnya tidak ada acara resmi yang digelar oleh pemerintah kota untuk menyambut pergantian tahun, semuanya itu adalah inisiatif dari warga termasuk penyalaan kembang api. Sehingga tidak ada kegiatan protokoler dan hiburan. Semua warga disini datang, hanya untuk merasakan detik-detik pergantian tahun baru di langit terbuka, dan dibelai oleh angin malam Rotterdam yang dingin ketimbang diam dirumah. Tapi umumnya warga belanda juga merayakan pesta tahun baru di kafe-kafe yang buka 24 jam bersama dengan keluarga dan kawan-kawan.
Dan puncaknya, hitungan mundur mulai dilafalkan bersama-sama oleh warga,….. …acht,..seven…..seis……five…..vier……drie……twee…..ein…..hurai..hurai…..hurai. Suara klakson kapal terdengar bersahut-sahutan dengan klakson mobil. Tidak ada bunyi terompet. Sementara langit Rotterdam mulai diisi dengan kembang api ukuran rakasa yang memancarkan kilau cahaya yang indah dari berbagai penjuru Rotterdam. Pertunjukan kembang api atas inisiatif warga seolah-olah tidak ingin berhenti selama 5 menit. Dan tentu saja saya tidak mau melepaskan momen indah ini, sementara hati saya sedih melihat dua hal yang kontras, sementara di Aceh dan negara Asia lain, puluhan ribu orang kehilangan nyawa, dan jutaan orang kehilangan mereka yang dicintai, disini orang-orang bejingkrak-jingkrak kegirangan, segera kamera digital ditangan saya beraksi merekam momen ini. Orang-orang berteriak-teriak, saling berpelukan, berjabat tangan dan mengucapkan selamat tahun baru dengan satu harapan dan doa semoga tahun baru ini membawa hal yang baru. Hati saya melayang sejenak ke Palangkaraya, sejenak kesepian menyergap di tengah sukaria. Perasaan sendiri jauh dari sanak keluarga, jauh dari orang-orang yang kita cintai menggapai ujung-ujung relung hati saya, membuat saya membuang pandang kearah air sungai yang gemerlap oleh cahaya lampu. Wahai air bawalah rinduku ke Palangkaraya. SELAMAT TAHUN BARU LE.

Maastricht, kota tua di ujung selatan Belanda.

Maastricht, ibu kota dari propinsi Limburg Negeri Belanda yang terletak dekat dengan perbatasan Jerman dan Belgia. Pada masa lalu, pada pemerintahan Charles V ( 1500-1558) kota ini pernah menjadi satu bagian dengan Belgia, Luxembourg, dan Jerman. Sejarah kota ini dimulai ketika Kaisar Augustus pada masa kejayaan Empirium Romawi, memerlukan satu basis penting bagi tentaranya yang menghubungkan bagian selatan Eropa dengan pelabuhan bagian utara Eropa. Lalu dibangunlah satu pemukiman yang dilengkapi dengan barak tentara ditepi sungai Maas dan sebuah jembatan dengan konstruksi kayu, dibangun untuk menyeberangi sungai itu.
Nama Maastricht konon berasal dari bahasa latin “Mosae Trajectum” yang secara harafiah berarti “dimana sungai Maas diseberangi”. Sebagai pemukiman yang digunakan oleh tentara, tidak heran kalau pada masa lalu, kota ini memiliki nilai strategis dalam peperangan. Kota ini memiliki point penting untuk diserang dan dipertahankan. Bahkan Napoleon pernah tertarik dan menaklukan kota ini. Peninggalan masa lalu berupa benteng-benteng pertahanan dan barak-barak tentara masih bisa kita lihat di kota ini sampai sekarang. Dan julukan untuk kota Maastricht adalah “Fortified City” alias kota benteng pertahanan.
Beberapa peristiwa penting dalam sejarah Eropa pernah terjadi dikota ini. Penguasa besar Eropa, Charlemagne atau Charles the Great, pernah menggelar misa besar di gereja St. Servaas pada masa Perang Salib di tahun 1145. Dan ternyata para Musketeer tidak terdiri dari 3 orang kalau menurut film “the Three Musketeer”, tetapi Musketeer ke empat yang bernama D’Arthagnan menjadi jagoan kota ini, mati sebagai pahlawan ketika menghadapi serbuan tentara Spanyol. Dan sejarah terbaru adalah lahirnya mata uang Euro terjadi dikota ini pada tahun 1993.
Sekarang kota ini dihuni oleh kurang lebih 122.004 penduduk. Dan kebanyakan penduduk terkonsentrasi pada daerah tepian sungai yang kini menjadi pusat pertokoan dan kantor pemerintahan. Pada malam hari denyut kehidupan tetap terasa pada kawasan ini terutama saat musim panas datang ketika siang hari lebih lama dari malam. Pada pukul 10 malam, masih banyak ditemui orang-orang yang duduk dikursi di kafe-kafe yang bertebaran di sungai sambil menikmati panorama dan segelas bir atau kopi. Kota Maastricht telah menunjukan suatu keberhasilan konsep penataan kawasan tepian sungai. Dimana sungai menjadi suatu aset penting yang dikelola untuk menarik turis. Siapapun yang telah pernah pergi ke Maastricht dan pernah mengikuti tour menyusuri sungai Maas dengan kapal, sulit untuk melupakan keindahan kota tepian sungai ini.
Banyak orang mengatakan bahwa Maastricht sebenarnya bukanlah bagian dari Belanda. Pendapat ini mungkin ada benarnya, karena pada masa lalu Maastricht lebih dekat dengan Belgia dan Jerman, dan juga orang Maastricht berbicara dalam dialek yang berbeda dengan orang belanda umumnya. Dan konon menurut cerita teman saya yang tinggal di Rotterdam, kalau orang Maastricht angkat bicara, maka orang Rotterdam akan tertawa geli mendengar dialek yang mereka gunakan. Umumnya penduduk asli Maastricht berperawakan kecil untuk ukuran Eropa dan santun. Mereka dengan mudah menyapa orang asing dengan ramah.
Jika ingin shopping , maka Maastricht adalah tempat yang ideal untuk kaum yang senang berbelanja. Dilengkapi dengan pertokoan yang lengkap yang terbentang di kawasan pusat kota antara lapangan Vrijthof dan stasiun central , barang yang serba ada, dan harga yang relatif murah untuk ukuran Eropa. Berbelanja sambil menikmati pemandangan tepian sungai adalah konsep yang ditawarkan. Kalau bosan berbelanja ala kaum berduit, maka setiap hari Rabu dan Jumat, pasar ala kaki lima buka di halaman staadhuis (city hall). Pasar ini tidak ada bedanya dengan pasar-pasar di Indonesia, ribut, dan selalu diserbu oleh pembeli. Harga bisa ditawar dengan sedikit tarik urat leher, teknik menawar dengan pura-pura meninggalkan penjual, cukup ampuh dipasar ini. Makanya orang Indonesia paling hebat dalam urusan ini.
Bagi yang senang melakukan wisata sejarah, maka di Maastricht terdapat Bonafanten Museum dengan koleksi yang lengkap dengan paduan teknologi audio visual. Museum ini dikenal sebagai museum tertua di propinsi limburg. Dibangun oleh Arsitek Italia Aldo Rossi. Museum dengan kubah yang impresif merupakan salah satu dari landmark kota ini. Ketika masuk museum , kita akan langsung bertemu dengan tangga kayu setinggi 35 meter yang langsung mengantarkan pengunjung kepada kedua sayap bangunan dan bangunan utama. Jika ingin berbelanja barang-barang seni termasuk buku dan juga souvenir, maka lantai dasar adalah tempatnya. Dan tempat paling menakjubkan adalah teras yang langsung berhubungan tepian sungai, dimana kita dapat duduk santai sambil menikmati panorama sungai. Duduk disana sambil meminum secangkir kopi espresso dimusim panas sambil menikmati lalu lalang kapal di Sungai Maas, sungguh suatu pengalaman yang tak terlupakan.
Kita juga bisa mengikuti tour-tour regular yang disediakan oleh dinas pariwisata Maastricht seperti tour ke Gua Mount st. Pieter. Gua buatan manusia ini adalah hasil dari kegiatan pertambangan batu-batu bangunan di masa lampau. Hati-hati kalau menyusuri gua ini sendirian, karena ada 20.000 labirin yang membingungkan dan bisa menyesatkan. Yang lain adalah tour menyusuri sungai Maas dengan kapal. Dari atas kapal kita bisa menyaksikan keindahan daratan Maastricht dengan pebukitan kecil, menuju ke perbatasan Belgia dan kembali lagi. Tour ke Benteng st. Pieter untuk melihat benteng pertahanan di masa lalu. Benteng ini di bangun di atas bukit lengkap dengan ruang-ruang bawah tanahnya dan lorong-lorong rahasia untuk melarikan diri ketika perang. Dan banyak tour-tour lain yang tidak sempat saya ikuti seperti Casamates tour, Guided city walk, Heelport dan lain-lain.
Dari perjalanan menyelusuri kawasan kota indah di bagian selatan belanda ini, pelajaran penting yang bisa saya petik dari perspektif city development adalah betapa pemerintah kota Maastricht memiliki visi yang jelas untuk membuat kota ini menjadi menarik bagi turis, para investor, dan juga bagi penduduknya. Pemerintah kota memanfaatkan segenap potensi daerah yang dimiliki, membungkusnya sedemikian rupa dalam kemasan yang menarik dan inovatif serta menjualnya dengan nilai jual yang tinggi. Sehingga tidak heran kalau kota menjadi tempat tujuan wisata yang layak dipertimbangkan, tempat investasi yang menguntungkan, dan juga tempat yang indah untuk ditinggali oleh penduduknya. Derit rem kereta api yang membawa saya dari Maastricht menuju Rotterdam terdengar sayup-sayup menandakan kereta telah memasuki stasiun kota Rotterdam sebagai tempat tinggal saya yang baru setelah sekian lama tinggal di Maastricht yang indah.

Trento

Mengunjungi Trento-yang dalam bahasa latin di sebut Tridentum- Italian yang terletak di lembah Adige, diapit oleh rangkaian pegunungan Adamelo, Presanala, dan Care Alto, adalah kesempatan yang menarik bagi saya, ditengah peralihan menuju musim panas di Eropa. Provinsi di ujung utara negara pizza ini, adalah provinsi yang berotonomi penuh, dimana saat ini pemerintahnya sedang menggalakan kota Trento sebagai daerah tujuan wisata. Letaknya yang relatif tidak terlalu jauh dari Venezia ditambah dengan posisi geografisnya yang menawan dan sejuknya udara pegunungan menjadikan Trento sebagai daerah yang masuk hitungan para wisatawan untuk di kunjungi.
Untuk menuju Trento, perjalanan dapat dimulai dari kota Milan yang memiliki 2 lapangan terbang internasional atau lewat Bergamo, atau yang paling dekat adalah mendarat di Verona yang hanya berjarak 90 km ke Trento. Dari Bergamo yang merupakan kota di provinsi Lombardy, dengan Carara Academy Gallery-nya yang banyak menyimpan kekayaan kultural bangsa Romawi, saya memulai perjalanan menuju Trento dengan menggunakan kereta api, melalui stasiun-stasiun persinggahan kecil di kota como, cremona, mantua, dan lain-lain sebelum sampai di Brescia untuk pindah kereta. Dari Brescia perjalanan dilanjutkan menuju Verona kota yang menjadi salah satu setting kisah drama klasik Romeo and Juliet. Dari kota ini lama perjalanan tersisa kurang lebih 1 jam. Dan ketika matahari musim panas yang bersinar terik disela-sela dinding bukit yang mengapit kiri dan kanan jalur kereta api, samara-samar dari kejauhan terlihat siluet kota Trento yang mengintip dari ketinggian bukit.
Kota ini bisa dikategorikan sebagai kota kecil untuk ukuran Eropa karena hanya dihuni oleh sekitar 100.000 orang. Sekalipun berada di daerah topografi yang bervariasi sebagaimana layaknya daerah pegunungan, tampaknya kota ini sengaja didesain didataran dicelah-celah dinding bukit yang rata sehingga jalanan yang terjal dan mendaki jarang ditemui di kota ini.

Dayak dan Kedayakkan :Revitalisasi Peran Dalam Ruang Urban

Dayak adalah sebuah entitas dari sebuah keruangan sosial lengkap beserta dengan pranatanya dan dari sebuah keruangan silang budaya yang telah melintasi suatu lorong sejarah waktu dan ruang yang panjang, bahkan hampir separuh belahan bumi.. Itulah sebabnya dia seharusnya jangan direduksi hanya sekadar sebagai suatu identitas etnis yang terkungkung oleh sebuah lokalitas dan garis keturunan semata. Dia telah melintasi aneka lokalitas dan aneka persilangan. Dayak sejatinya adalah sebuah perjalanan sejarah panjang migrasi demi migrasi melintasi savana dan gurun Mongolia, Dataran Yunan, hutan hujan tropis di pedalaman Vietnam, dan kemudian mungkin menyeberang ke Pulau Taiwan, dan dari sana menyeberang lagi ke pulau Luzon sebelum mendarat di Pulau Kalimantan. Proses yang terjadi selama ribuan tahun itu, pastilah telah menghadirkan suatu keruangan sosial unik lengkap dengan pranata budayanya yang dihasilkan oleh akulturasi demi akulturasi dan, asimilasi demi asimilasi, hasilnya adalah sebuah tipikal masyarakat nomaden-agraris yang menggantungkan hidupnya pada kemurahan alam. Suatu suku bangsa yang hidup menyejarah bersama dengan keliaran alam. Jejak perjalanan migrasi itu setidaknya telah diidentifikasikan oleh beberapa ahli sejarah walaupun juga sampai saat ini, masih mengundang perdebatan di sana-sini. Tapi setidaknya jejak itu juga berhasil oleh dikenali secara sederhana oleh penulis ketika dalam sebuah event internasional bertemu dengan beberapa rekan dari Mongolia, Yunan, Taiwan, Pedalaman Vietnam, dan Pulau Luzon. Penulis terheran-heran sekaligus takjub, ketika menemukan lumayan banyak juga kosa kata bahasa Dayak Ngaju yang dikenali mereka dengan makna yang sama. Malah teman dari pedalaman Vietnam bercerita kalau upacara Tiwah juga di kenal di dalam masyarakat mereka. Apakah ini pertanda kalau thesis tentang asal muasal dayak seperti yang dijabarkan di atas benar adanya? Entahlah hanya Tuhan yang tahu. Tapi jika benar, maka tak pelak lagi manusia Dayak sejatinya adalah manusia global. Paling tidak bagi manusia proto Dayak yang telah melintasi hampir setengah belahan bumi.
Berbeda dengan Dayak yang sepenuhnya adalah sebuah entitas, Kedayakkan bukanlah semata-semata sebuah entitas, dia adalah sebuah kesadaran diri (self consciousness) sebagai hasil dari re-identifikasi kultural dan proses penemuan jati diri yang tiada henti. Sebuah Kedayakkan mestinya juga muncul setelah melewati suatu rentangan waktu dan sejarah dan diproses secara dinamis oleh tantangan jaman. Sebuah definisi ulang tentang sebuah entitas, yang lebih fit dan cocok terhadap kondisi kekinian, sebagai reaksi natural terhadap kegamangan-kegamangan yang muncul di jaman yang berubah dengan cepat. Dayak adalah makna tentang identitas yang bersumber pada asal muasal, garis keturunan, kinship, dan lokalitas. Sebuah makna yang terhubung dengan lorong waktu kesilaman. Sementara Kedayakkan adalah kesadaran diri (self consciouness) dalam perjalanan waktu terhadap kekinian, lebih bersifat egaliter, terbuka, dan membaur, terhubung dengan lorong waktu kesilaman sekaligus dengan lorong waktu masa depan.
Di dalam ruang urban, kesadaran tentang Dayak dan Kedayakkan memberikan responnya masing-masing secara berbeda-beda. Ruang urban adalah sebuah ruang spasial dalam sebuah kota, yang dapat ditemu-kenali secara kasat mata melalui eksistensi pusat ekonomi dan bisnis, konsentrasi pemukiman, yang terbentuk sebagai konsekuensi logis dari dinamika pertumbuhan ekonomi dan populasi yang dipicu oleh arus urbanisasi atau yang lebih kompleks, migrasi. Ruang urban dapat berisikan manusia-manusia multi ras, multi etnis, bersifat heterogen, sehingga hubungan sosialnyapun menjadi lebih unik atau bisa juga membentuk budaya baru yang disebut sebagai budaya urban. Di dalam ruang urban kompetisi ekonomi terjadi. Kapital bergerak dengan masif. Volume perdagangan dan jasa terus menerus meningkat secara ajeg, yang juga berimplikasi kepada peningkatan kebutuhan tenaga kerja. Lalu bak gula menarik semut, arus urbanisasi dan migrasi mulai membanjiri ruang urban. Jari-jari kota memanjang, kawasan hunian dan pusat ekonomi semakin bertambah banyak dan mengalami agglomerasi. Persaingan dalam memperebutkan lapak ekonomi di ruang urban, secara natural akan selalu membawa dampak exclusion (ketersingkiran) kepada pihak yang tidak siap. Disinilah ketegangan sosial (social tension) bisa terjadi. Lalu kesadaran tentang sebuah entitas tunggal (Dayak), yang dipersatukan oleh simbol-simbol budaya dapat dengan mudah menjadi wadah yang aman untuk berlindung dari ketegangan itu. Penyelesaian masalah akan lebih mudah dilakukan bersama sebuah kelompok homogen yang memiliki posisi tawar cukup tinggi, dan terkadang pakai jalan pintas, maka jalan kekerasan atas nama ketertindasan dan “keterjajahan”pun bisa dihalalkan kalau perlu.
Dalam situasi di ruang urban seperti itu, kesadaran untuk memahami aspek kompetisi dan heterogenitas sangat diperlukan untuk dapat bertahan dan terhindar dari exclusion. Celakanya andaipun kesadaran itu dimiliki, namun jika kemampuan (skill) untuk berkompetisi menjadi sangat tidak memadai, maka tetap saja natural exclusion itu akan terjadi. Ini adalah sebuah tipikal hukum alam, yang kuat akan memakan yang lemah. Pembangunan ruang urban sebuah wilayah kota yang sangat berkiblat kepada kapital (modal), suka atau tidak suka perlahan-lahan akan meminggirkan mereka yang tidak siap baik secara kapital maupun skill. Fenomena ini sangat umum sekali terjadi di ruang urban. Sebagai contoh, urbanisasi kota Jakarta telah membuat orang Betawi tereksklusi dari ruang urban. Desakan perkembangan wilayah kota dan persaingan ekonomi, telah memaksa mereka untuk menjual tanah-tanah mereka kepada pemilik modal dan pindah ke luar kota. Sumber-sumber ekonomi yang semula dikuasai berganti kepemilikan kepada para pendatang yang memang lebih memiliki daya survive. Merekalah yang menggerakkan perekonomian Jakarta dan mengubah wajah Jakarta yang sekarang telah menjadi Agglopolitan. Orang betawi tersingkir dan kehilangan hak hidup di sebuah ruang urban yang bernama Jakarta. Ini adalah hukum alam atau jangan-jangan sebuah ironi.
Dalam perspektif kesadaran Kedayakkan yang lebih responsif terhadap situasi kekinian, bersifat egaliter, terbuka dan membaur, jauh dari kesan etnosentris yang sempit, fenomena ini seharusnya menjadi sebuah tantangan yang harus ditaklukan. Budaya hidup yang sangat bergantung kepada kemurahan alam mesti di transformasi kepada budaya mengolah alam, yang mana, ini berkaitan erat dengan produk kebudayaan lain, seperti teknologi yang dapat bersumber dari kekayaan local wisdom, dan genio loci setempat. Dari budaya hidup komunal dengan sedikit kompetisi, secara perlahan di dorong untuk memiliki budaya komunal bersaing, penemuan kepada keunggulan lokal, berwawasan luas dan global, skill memadai, dan mampu memenuhi tuntutan pasar. Budaya yang mengandalkan tradisi lisan ditransformasi menjadi budaya tulisan yang dapat dicapai melalui pendidikan (peran ini dapat diambil oleh para intelektual,seniman dan budayawan dayak sebagai garda terdepan). Nilai-nilai lama dari budaya luhur warisan tatu hiang sebaiknya mengalami pembaruan kembali melalui proses re-invented sehingga cocok dengan kondisi kekinian. Inilah “kelahiran kembali” (re-born) Manusia Dayak. Manusia Dayak moderen yang tanggap terhadap tantangan jaman, mampu hidup dalam heterogenitas dan sanggup berkompetisi namun tidak pernah kehilangan jati dirinya. Revitalisasi terhadap peran-peran di ruang urban mestinya juga dilakukan agar peran tersebut semakin memiliki daya saing. Penghadiran kesadaran Kedayakkan mestinya dilakukan secara terus menerus dari generasi ke generasi, sejalan dengan upaya penggalian kembali terhadap makna baru tentang Dayak dan Kedayakkan,yang seharusnya lebih dari pada soal entitas kesukuan, lebih dari pada soal budaya dan adat dayak dalam konteks yang sempit, yaitu pada soal kesadaran hidup di tengah-tengah heterogenitas dan kompetisi. Dayak adalah sebuah indigenous entity dengan segala potensi dan keunikannya di dalam ruang-ruang urban di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah. Haruskah itu pelan-pelan tersingkir dari kompetisi di ruang urban?
(Penulis adalah Mahasiswa Doktoral di Toyohashi University Of Technology, bidang kajian Urban and Regional Management and Development, bekerja di Jurusan Arsitektur Universitas Palangka Raya)

Krisis Listrik di Palangkaraya :Dampak dan harapan

Krisis energi tampaknya sedang melanda Indonesia, itu hanyalah salah satu diantara persoalan-persoalan Indonesia di era rezim SBY. Krisis ini bukan main-main karena membawa dampak yang serius bagi perekonomian baik dilevel daerah maupun nasional. Banyak daerah yang kekurangan pasokan BBM. BBM tiba-tiba menjadi barang langka. Antrian kendaraan bermotor di SPBU di berbagai daerah sering kita lihat di layar televisi akhir-akhir ini.
Kelangkaan bahan bakar solar juga terjadi di Palangkaraya, bahkan sempat telah memaksa PLN untuk memadamkan listrik setiap delapan jam yang menyebabkan lumpuhnya aktifitas perekonomian yang mengandalkan listrik sebagai pasokan energinya. Kerugian sudah dapat dihitung dengan mudah misalnya untuk usaha warnet yang seharusnya beroperasi selama kurang lebih 16-18 jam sehari, akibat pemadaman selama dua kali dalam sehari, harus kehilangan 6-8 jam operasi sehari, sementara biaya perawatan dan investasi yang harus dikeluarkan tetap tidak berkurang. Belum kalau usaha-usaha yang lain juga kita hitung. Pastilah banyak kerugian yang ditimbulkan akibat macetnya arus listrik dalam skala kota.
Pemadaman listrik setiap delapan jam, hanya sebagai pelengkap dari drama pemadaman listrik secara bergiliran yang sudah berlangsung selama berbulan-bulan di Kota Palangkaraya dengan alasan klasik akibat adanya perawatan mesin pembangkit di Asam-asam sebagaimana yang tertulis di spanduk-spanduk dan iklan pemberitahuan yang dikeluarkan oleh PLN.
Sebenarnya perawatan mesin adalah hal yang biasa saja, dimana-mana overhaul adalah kegiatan yang penting untuk merawat kinerja mesin dalam jangka waktu yang panjang, tetapi kegiatan tersebut seharusnya tidak boleh mengganggu pasokan energi listrik secara drastis. Apa yang terjadi di Palangkaraya saat ini menunjukan bahwa persoalan bukanlah terletak pada overhaul mesin pembangkit Asam-asam, tetapi pada minimnya kemampuan PLN untuk mencari pasokan energi lain di saat overhaul tersebut dijalankan. Atau dengan kata lain tingkat ketergantungan terhadap pasokan energi listrik dari Kalimantan Selatan melalui jaringan kabel bertegangan tinggi sepanjang ratusan kilometer sangatlah tinggi. Sehingga apa saja yang terjadi terhadap mesin-mesin pembangkit listrik dari provinsi tetangga pastilah akan melumpuhkan kota Palangkaraya. Dua pembangkit listrik mesin diesel yang dimiliki oleh kota ini, hanya mampu memasok listrik jauh dibawah kebutuhan listrik dari kota yang semakin berkembang ini. Ketergantungan ini tidak bisa terus dipertahankan bila mengingat perkembangan kota yang terus bertumbuh berbanding lurus dengan peningkatan kebutuhan energi listrik yang tidak mungkin bisa diimbangi oleh kapasitas sebuah pembangkit listrik bertenaga diesel yang memiliki batas ekspansi. Berangkat dari persoalan tersebut, seharusnya PLN perlu berpikir untuk mencari alternatif pasokan energi listrik yang lain sebagai cadangan.
Listrik adalah fasilitas dasar kota yang sama pentingnya dengan penyediaan air bersih, penyediaan jalan, drainase dan sanitasi, dan pengelolaan sampah. Dimana itu adalah menyangkut hajat hidup orang banyak dan berdampak langsung terhadap perekonomian kota. Investasi akan sulit masuk ke Palangkaraya, jika krisis ini terus berlanjut. Bahkan di negara yang menjadi magnet investasi seperti China juga tidak luput dari krisis listrik, sampai akhirnya keputusan strategis telah diambil dengan membangun pembangkit listrik terbesarnya untuk menunjang investasi besar di kota Nanjing, Shanghai dan kota-kota lain dengan membangun dam tiga lembah (Three gorgeous dam). Banyak cara yag sebenarnya bisa dipilih oleh PLN untuk mengatasi krisis ini, tanpa bermaksud mengajari, mulai dari yang bernilai investasi kecil sampai yang besar, mulai dari yang ringan untuk dikerjakan sampai yang berat. Misalnya, melakukan negosisasi untuk menambah kuota pasokan listrik dari Kalimantan Selatan, memperbesar kapasitas pembangkit listrik yang sudah ada dikota melalui program peremajaan mesin-mesin yang sudah tua dan berdaya kecil, melakukan program penghematan energi listrik, atau bahkan membangun pembangkit listrik baru yang berkapasitas besar di Kalimantan Tengah.
Membangun pembangkit listrik tenaga air bukanlah hal yang mustahil bila dilihat dari topografi sebagian wilayah Kalimantan Tengah yang berbukit-bukit dengan sungai yang memiliki debit air besar seperti di wilayah Murung Raya dan Barito Utara. Atau jika melihat potensi tambang batubara di wilayah ini, maka membangun pembangkit listrik bertenaga uap dengan kapasitas yag besar akan menguntungkan jika ditinjau dari ketersediaan bahan baku..
Di negeri Belanda, yang memiliki luas wilayah yang kecil, bertopografi datar dengan sungai-sungai yang tidak sebesar, sebanyak, dan tidak sepanjang sungai di Kalimantan Tengah membangun dam-dam pembangkit listrik adalah sebuah pekerjaan yang dinilai tidak efektif meskipun secara teknis mereka mampu membangunnya. Pasokan Listrik terutama datang dari wilayah Jerman dan Belgia. Misalnya untuk provinsi Limburg yang berbatasan langsung dengan Belgia dan Jerman, pasokan listrik sebagian datang dari kedua Negara tersebut melalui jaringan tegangan tinggi. Disamping itu secara nasional, pembangkit listrik bertenaga nuklir juga dimiliki oleh Belanda. Privatisasi di bidang kelistrikan sudah dilakukan sejak lama, yang berperan besar dalam penyediaan pasokan listrik yang konstan dengan harga yang terjangkau. Sehingga pemadaman secara bergiliran yang berlangsung selama berbulan-bulan, sepengetahuan saya tidak pernah terjadi.
Yang unik, yang merupakan pemandangan khas di Belanda adalah, penggunaan kincir-kincir penangkap angin di wilayah-wilayah tertentu (gementee) untuk menghasilkan cadangan pasokan listrik yang bisa digunakan kala terjadi kekurangan pasokan listrik secara tiba-tiba.
Pelajaran yang bisa dipetik dari sedikit cerita tentang listrik di negeri Belanda diatas adalah, adanya kesadaran bahwa energi listrik adalah vital untuk sebuah kota untuk menunjang kegiatan investasi, sehingga pasokannya perlu dijaga dengan konstan melalui pemberian hak kepada swasta untuk mengelola listrik melalui program privatisasi yang dikontrol oleh pemerintah lokal, dan adanya upaya-upaya secara terus menerus dari baik ditingkat pemerintah nasional maupun lokal untuk melakukan diversifikasi sumber-sumber pembangkit listrik.
Mudah-mudahan kedepan, sebagaimana harapan kita bersama, PLN-PLN lokal diwilayah Kalimantan Tengah dapat bangkit untuk mengatasi krisis “setrum” diwilayah ini yang nampaknya akan menjadi sebuah trend kalau tidak ditangani secara strategis, melalui upaya-upaya untuk mengurangi ketergantungan pasokan listrik dari propinsi tetangga yang nampaknya sudah keberatan beban, melakukan diversifikasi sumber-sumber pasokan yang potensial dan bahkan kalau iklimnya sudah memungkinkan, privatisasi yang terkontrol bisa dijadikan alternatif

Era Desentralisasi

Era desentralisasi telah memberikan peluang yang besar bagi daerah-daerah yang selama ini punya sumber daya alam yang berlimpah tetapi tidak bisa memanfaatkaannya sebesar-sebesarnya untuk pembangunan daerah itu, karena terganjal oleh undang-undang yang mengatur bahwa pengelolaan sumber daya alam dilakukan oleh pemerintah pusat. Pemerintah daerah dalam hal ini hanya menjadi subordinat.
Disamping itu, era desentralisasi telah menjadi momentum bagi setiap daerah untuk membuat perencanaan yang bersifat strategis untuk menarik investasi dan memutar roda perekonomian daerah yang berujung pada kesejahteraan masyarakatnya. Ada pemerintah daerah yang sadar bahwa desentralisasi adalah salah satu trends dalam urban management selain kerjasama (partnership), pendekatan manajerial (managerial approach). Sehingga pemberlakuan otonomi daerah diikuti dengan pembuatan rencana strategis baik pada tingkat kebijakan (policy) dan tingkat rencana pelaksanaanya (action plan).
Melihat pada kota kita Palangkaraya, memang ada upaya untuk membuat suatu rencana strategis yang dapat kita lihat dalam visi dan misi kota palangkaraya yaitu menjadikan kota Palangkaraya sebagai kota yang tertata, tertib, dan berwawasan lingkungan dalam suasana kehidupan masyarakat yang aman, sejahtera, dan dinamis sesuai dengan budaya betang. Visi ini, menurut saya sungguh luar biasa, karena menggabungkan aspek good governance, lingkungan (environment), dan budaya (culture). Sehingga saya membayangkan kalau kota palangkaraya akan menjadi kota yang moderen tetapi nafas kelokalannya yang khas dan bersifat guyub tetap terlihat. Visi dan misi ini oleh pemerintah kota, kemudian dijabarkan dalam suatu rencana strategis kota baik jangka pendek maupun jangka panjang yang ikuti dengan pembuatan program diberbagai bidang seperti pertanian, perikanan, pertambangan, kehutanan dan lain-lain.
Namun sayangnya, menurut hemat saya, ada satu aspek yang tidak tergarap dengan baik, yaitu aspek urban economic. Aspek urban economic tidak semata-mata berbicara masalah perekonomian semata yang dapat terukur melalui indikator makro, tetapi lebih pada suatu sistem ekonomi kota yang terencana secara menyeluruh dan yang pada gilirannya akan memacu tingkat pertumbuhan ekonomi kota, menciptakan lapangan pekerjaan, mengurangi angka kemiskinan, dan menciptakan iklim yang baik untuk investasi.
Kota Palangkaraya dapat memanfaatkan seluruh potensi yang dimilikinya dalam suatu rencana strategis kota (City Development Strategy) yang berujung pada membuat kota palangkaraya semakin kompetitif terhadap kota-kota yang ada disekitarnya seperti Sampit, Kapuas, Pangkalanbun dan lain-lain dengan memanfaatkan seluruh keunggulan komparatif dan kompetitif. Kota ini memang tidak memiliki sumber daya alam yang melimpah untuk bisa dieksplorasi, juga tidak memiliki akses laut untuk membuat pelabuhan. Yang ada adalah akses darat yang menghubungkan kota ini dengan Banjarmasin melalui Kapuas, Sampit, Pangkalanbun dan satu lapangan terbang.
Kelebihan kota Palangkaraya adalah statusnya sebagai kedudukan ibukota propinsi Kalimantan Tengah yang membawa implikasi pada kelebihan secara relatif dibandingkan daerah lain pada infrastrukturnya. Keberadaan Universitas Palangkaraya dengan jumlah fakultas yang terbanyak dan bervariasi, dapat dipakai sebagai modal untuk menjadi kota yang kompetitif. Karena untuk menjadi kota yang kompetitif harus didukung oleh suatu knowledge base yang baik yang tersedia pada lembaga-lembaga pendidikan.
Kita tidak bisa mengharapkan kota Palangkaraya terlalu banyak tergantung dengan ekplorasi tambang pasirnya, hasil hutannya, pertaniaannya, perkebunannya atau perikanannya. Kota Palangkaraya menurut saya harus menjadi kota Moderen yang kompetitif. Kota ini memiliki peluang besar sebagai kota penyedia jasa baik jasa perbankan, pendidikan, perkantoran, perdagangan, perusahaan, kesehatan, properti dan lain-lain. Infrastruktur yang relatif lebih baik akan menjadi pilihan utama bagi para investor untuk menempatkan kantornya di kota ini. Bagian terluar dari kota Palangkaraya yang dekat dengan bahan mentah dapat diplot untuk pengembangan industri di masa mendatang.
Yang paling penting, menurut saya, bagi pemerintah kota saat ini adalah merumuskan kembali rencana strategis kota baik jangka panjang maupun jangka pendek dengan memasukan aspek urban economic dengan melibatkan seluruh komponen stakeholder dalam rangka menjadikan kota Palangkaraya yang kompetitif. Pemerintahan yang bersih yang mengurangi biaya ekonomi tinggi adalah syarat mutlak untuk sehatnya iklim investasi. Rencana strategis kota juga dilengkapi dengan action plan yang terukur dan tanggap terhadap perubahan. Melibatkan donatur dari luar negeri seperti World Bank, Asian Development Bank dan lain-lain dapat dijadikan alternatif ketika terbentur masalah biaya. Mereka siap mendanai rencana strategis kota yang realistis dan dapat dipertanggungjawabkan dalam rangka mencapai tujuan Millenium Development Goal yang sudah dicanangkan oleh PBB.

Ayo Naik Sepeda

Pendahuluan Harga minyak yang melambung tinggi dipasar Internasional telah ditanggapi oleh pemerintah SBY dengan kebijakan mencabut subsidi BBM yang praktis menaikan harga jual BBM di SPBU apalagi di pedagang eceran. Harga BBM sudah dinaikkan tapi akses untuk mendapatkannya justru semakin sulit karena harus melewati sistem antrian yang sangat panjang, banyak waktu dan tenaga yang terbuang percuma. Lalu harga-harga barang pokok maupun tidak pokok juga ikut-ikutan naik, sebuah konsekuensi yang logis. Semua orang yang berkepentingan dengan BBM murah juga ikut-ikutan menaikan tensi dan suhu ubun-ubun, mengumpat dan merutuk, ikut-ikutan migrain. Jika pendapatan bulanan tidak ikut-ikutan naik maka dipastikan hidup kita makin susah, daya beli kita semakin lemah. Upaya penghematan akan diambil sebagai pilihan fait accompli, tidak bisa ditolak. Lalu bagaimana dengan urusan keseharian diluar rumah, demi income bulanan,apakah harus dihemat juga gara-gara naiknya harga premium. Tampaknya tidak, sebab kalau itu dihemat berarti hilangnya peluang mendapatkan tambahan income justru disaat kita memerlukan tambahan income untuk mengatasi kenaikan BBM. Jika begitu persoalannya, maka untuk tetap dapat bertransportasi disaat harga BBM menggila dan semakin langka, kita memerlukan alat transportasi alternatif yang murah dan tidak tergantung kepada energi fosil. SEPEDA. Alat transportasi yang tergantung kepada Bio-Energy, energi yang diproduksi oleh tubuh manusia, tubuh kita.
Naik Sepeda? cape deh. Banyak orang membayangkan bahwa naik sepeda yang digenjot oleh tenaga manusia sangat tidak nyaman. Keringat bercucuran. Belum lagi kena debu dan polusi. Apalagi naik sepeda saat matahari berada dititik kulminasinya. Yang menyebabkan ketidaknyamanan tersebut sebenarnya bukanlah pada soal naik sepedanya melainkan muncul dari lingkungan yang melingkupinya. Misalnya keringat bercucuran disebabkan oleh suhu udara dan kelembaban yang tinggi, debu dan polusi dihasilkan oleh besarnya faktor penghasil debu dan kurangnya bahan penyerap debu dan polusi di jalan. Sengat matahari di titik kulminasi menjadi terasa karena tidak adanya material pelindung cahaya matahari di jalan. Sekarang bagaimana kalau dibalik, jika lingkungan yang melingkupi kita kondisikan misalnya suhu dan kelembaban diturunkan, debu dan polusi dijalan di minimalkan, dan pelindung sengat matahari disediakan dijalan, apakah naik sepeda tetap cape?
Naik Sepeda di EropaNaik sepeda di benua ini berarti menggenjot sepeda di daerah non tropis yang ditandai dengan suhu udara dan kelembaban yang rendah. Sebutlah salah satu Negara di benua itu, Belanda. Di negeri Belanda, naik sepeda itu nikmat dan tidak perlu kehilangan gengsi karena justru banyak para eksekutif, wakil rakyat, kalangan birokrat, bahkan Ratu dan Perdana Menteri juga naik sepeda. Kenikmatan menggenjot sepeda di lingkungan berudara sejuk yang membuat badan enggan berkeringat, semakin bertambah dengan minimnya debu dan zat polutan yang direduksi melalui kebijakan pembangunan infrastruktur transportasi dan sarana transportasi masal yang bagus, terbukti efektif mengurangi pemakaian kendaraan bermotor pribadi di jalan. Sementara itu pohon-pohon pelindung dengan tajuk lebar dan rindang ditanam disepanjang tepi jalan melindungi para pengendara sepeda dari sengat matahari di musim panas. Jalur sepeda dibuat khusus dengan cat merah bata pada permukaanya yang mulus, dilengkapi dengan rambu-rambu lalu lintas dan dilindungi dengan pembatas terhadap jalur kendaraan bermotor.
Naik Sepeda di Indonesia Naik sepeda di Negara ini berarti menggenjot sepeda di daerah yang beriklim tropis dengan suhu udara dan kelembaban yang tinggi. Pokoknya panas. Keringat bisa bercucuran dengah heboh membasahi baju. Belum lagi debu dan zat polutan yang membuat muka berasa tebal dan kotor. Habis itu si sepeda mesti berjuang melawan saliban bis, mobil, dan sepeda motor atau bahkan para pejalan kaki yang kadang-kadang nekat melenggang di jalur jalan. Pedagang kaki lima juga suka menggelar dagangan sampai masuk lajur jalan, menghambat trek. Kebijakan yang tidak berpihak kepada sang sepeda menyebabkan sepeda masih belum dianggap sebagai alat transportasi yang seharusnya memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan alat transportasi lainnya. Ayo naik sepeda

Awal

Hari ini aku kembali mengembara setelah sekian tahun terkungkung dalam rutinitas kerja di Palangka Raya. Negara tujuanku adalah Jepang tepatnya ke sebuah kota yang bernama Toyohashi. Aku tiba di jepang tanggal 7 desember jam 7 pagi ditengah hawa dingin yang menusuk tulang. Aku hanya membawa jaket tipis yang hampir tidak sanggup menahan sergapan angin dingin yang menggigilkan tubuh. Naik shinkansen untuk pertama kali, tergagap bertanya mencari flatform kereta akhirnya perjalanan berakhir di dormitary kaikan universitas Toyohashi Jepang. dari titik ini perjalanan kembaraku berawal.