Jumat, 03 September 2010

Shi-Yakusho



Shi-yakusho? apaan tuh. Bagi orang-orang yang tinggal di kota-kota Jepang dengan berbagai-bagai kepentingan, Shi-yakusho adalah sesuatu yang mesti diakrabi mulai dari saat datang pertama kali sampai pada saat akan meninggalkan negeri ini. Ya Shi-yakusho adalah kantor pemerintahan kota di Jepang. Disinilah segala urusan kewarga-kotaan diurus. Tentu saja yang pertama kali diurus di kantor ini adalah status tinggal yang ditandai dengan sehelai semacam kartu tanda penduduk kalau di Indonesia. Kami lebih suka menyebutnya alien card he..he..he.. dianggap datang dari planet lain kali ya

Sekalipun kita mengunjungi Jepang dengan menggunakan visa kunjungan singkat atau populernya disebut visa turis yang biasanya maksimum diberikan selama 90 hari dan setelah itu bisa diperpanjang sekali lagi, sehelai kartu yang menegaskan identitas kita sebagai penduduk kota walaupun untuk sementara, tetap bisa diurus di kantor tersebut. Lumayan buat kenang-kenangan kalau pulang nanti ke Indonesia, bisa ditunjuk-tunjukan bahwa di suatu ketika pernah diakui sebagai penduduk Kota Jepang. He..he..he.. maaf cuman itu doang gunanya kalo buat turis.

Urusan lain yang bisa diselesaikan shi-yakusho sangatlah beragam, tapi sebagai orang asing yang hanya tinggal sementara di negeri itu, urusan kita dengan shi-yakusho ya hanya urusan-urusan tertentu saja yang berkaitan dengan kepentingan kita selama tinggal di Jepang. Saya akan sebutkan beberapa urusan-urusan yang umumnya dilakukan oleh orang asing di Jepang.

Asuransi kesehatan nasional yang sangat diperlukan ketika kita sakit dan harus berobat, karena mendapatkan potongan harga obat dan biaya berobat 70% dari total biaya kesehatan yang muahal di Jepang, dapat diurus di shi-yakusho, tentu setelah setelah mengisi aplikasi pendaftaran.

urusan lain yang penting juga adalah mendaftar untuk mendapatkan tunjangan anak. Tunjangan ini diperoleh jika kita memiliki anak. Semakin banyak anak kita ya semakin banyak juga yen Jepang akan mengalir ke rekening kita. Namun tentu saja ada pembatasan jumlah anak yang bisa diberikan tunjangan. Pemberian tunjangan anak itu tidak sembarangan, pendapatan orang tua akan menjadi pertimbangan. Namun umumnya orang asing yang tinggal di Jepang pendapatannya kalo tidak zero income ya dibawah 1 juta yen/tahun, eitt tapi jangan salah banyak juga lho orang-orang Indonesia yang berpendapatan tinggi di Jepang sehingga tidak bisa dipertimbangkan untuk mendapatkan perumahan publik yang murah meriah, berbagai tunjangan lain, karena dianggap sudah mampu . Sebentar..sebentar lha kalo zero income, bagaimana bisa hidup di Jepang yang muahal? ya itulah salah satu enaknya hidup di Jepang bahwa pelajar dan mahasiswa yang hidup dengan beasiswa (yang sebenarnya stttttt jangan kasih tau siapa-siapa ya… dah lumayan untuk hidup di Jepang), akan dianggap tidak memiliki income sehingga di anggap sebagai kaum duafa yang layak untuk dibantu.

Status yang dianggap sebagai kaum duafa inilah yang kemudian membanjiri orang-orang asing dengan berbagai-bagai macam kemudahan dan fasilitas, tentu saja ini hanya berlaku untuk orang-orang asing yang masuk secara legal ke Jepang. Surat keterangan yang menegaskan ke-duafa-an, diperoleh melalui pelaporan income yang dilakukan secara tahunan.

Jika anak bersekolah, maka ada bantuan untuk masuk sekolah kelas satu, bantuan tunjangan sekolah, bantuan kunjungan wisata, bantuan biaya makan siang di sekolah (sekolah di Jepang dari pagi sampai sore, tidak diperbolehkan ada kantin disekolah, sehingga siang hari, makan, yang dikelola pihak sekolah). Urusan untuk memperoleh tunjangan sekolah ini juga di lakukan di Shi-Yakusho.

Saya tambahkan lagi satu urusan penting di Shi-yakusho yang kelak akan saya tulis secara detail dalam tulisan tersendiri di blog ini, yaitu urusan mendapatkan apartemen publik yang murah meriah, namun oke punya. Biaya sewa apartemen di Jepang cukup tinggi untuk ukuran orang-orang asing, sehingga cara untuk mensiasatinya adalah memperoleh apartemen yang dimiliki oleh pemerintah kota. Tentu banyak yang meminatinya sehingga perlu dilakukan pendaftaran, untuk proses screening dan drawing. Nah pendaftaran untuk memperoleh apartemen pemerintah kota ini dilakukan di divisi housing di dalam Shi-yakusho. Nah kalau beruntung, akan mendapatkan hak untuk menempati apartemen selama-lama waktu tersedia tinggal di kota itu dengan biaya murah dan dapat diskon 30 % lagi. wow enak nian.

Urusan lain lagi adalah urusan beranak. he..he..he..he… ya biaya kelahiran anak di klinik bersalin atau rumah sakit yang mahal, akan dibayari oleh pemerintah kota. alhasil beranak gratis. Masih belum cukup. Bayi yang baru lahirpun setelah urusan sertifikasi selesai dilakukan, dan bayi tersebut kemudian resmi menjadi warga kota, maka ada hadiah kejutan yang akan diberikan pemerintah kota, uang sebesar 300,000 yen atau setara 30,000,000 rupiah wow jumlah yang lumayan. Nah semua urusan beranak dan hadiah dilakukan di shi-yakusho yang menyenangkan, ramah,bebas calo, dan bebas uang suap. Tentu saja tiap shi-yakusho di Jepang berbeda dalam cita dan rasa. Tapi tentu sepakat kalo dikatakan urusan di shi-yakusho jauh lebih baik dari shi-yakusho-nya Indonesia. Kapan ya kota-kota kita bisa punya shi-yakusho yang handal kayak di Jepang.

Nah demikianlah sekelumit urusan-urusan penting yang umumnya dilakukan oleh para pendatang di Jepang di sebuah kantor yang bernama Shi-Yakusho. Tempat ini memang pantas untuk diakrabi dan disayang-sayang he..he..he..he..he… I love you full Shi-Yakusho

Selasa, 17 Agustus 2010

Marah



Menjadi marah dan menumpahkan kemarahan kepada orang lain memang kelihatannya mudah dilakukan dan kebanyakan dilakukan oleh umumnya orang. Hanya saja tidak semua orang mampu marah dengan “baik” dan “tepat”. “Baik” maksudnya apakah marah itu bertujuan untuk memperbaiki orang lain yang menjadi sasaran kemarahan dan “tepat” maksudnya marah tersebut memiliki “timing” yang tepat pada situasi dan kondisi yang “pas”.

Seorang boss menumpahkan kemarahan kepada anak buahnya selama beberapa menit karena kesalahan yang dilakukan oleh anak buahnya. Namun efek dari marah yang terjadi selama kurang dari 5 menit itu dengan menggunakan pilihan kata-kata yang tidak manusiawi, menjelma menjadi pengalaman traumatik bagi sang anak buah. Sang anak buah akhirnya mengambil keputusan untuk mengakhiri nyawanya karena menganggap dirinya sudah tidak berguna lagi bagi sang boss. Namun dalam sebuah kisah yang lain, seorang boss yang marah-marah dan meletupkan amarah itu kepada seorang anak buahnya, namun justru berubah menjadi pecut yang melecut semangat dari sang anak buah untuk meraih keberhasilan.

Dua contoh kemarahan yang sama dengan dua sikap dalam menerima kemarahan yang berbeda, sesungguhnya menjadi pembelajaran bahwa amarah dapat menghasilkan efek yang bervariasi mulai dari yang merugikan sampai menguntungkan tergantung dari kekuatan mental dari orang menerima muntahan amarah tersebut. Bagi yang kuat maka muntahan amarah tersebut akan mampu menjadi kekuatan ekstra sebaliknya bagi yang lemah, maka dapat berakibat fatal.

Lalu jika demikian apakah kita tidak perlu marah atau tidak boleh marah?. Kesimpulan sementara, sedapat-dapatnya marah adalah selalu menjadi pilihan yang terakhir untuk menunjukan kesalahan, jika seandainya jalan persuasi sudah buntu. Dalamnya hati orang tidak pernah bisa kita duga dengan baik, adalah menjadi alasan kenapa marah adalah jalan yang harus kita tempuh dengan kehati-hatian bukan dengan sembrono.

Mari kita lihat apakah kesimpulan sementara itu “cocok” dengan kisah berikut ini. Alkisah, seorang Rabbi menumpahkan marah kepada para pengasong yang menjadikan pelataran sebuah rumah ibadah yang menurut aturan harusnya steril, sebagai pasar binatang yang ribut dan kotor. sang Rabbi marah dan mengusir para pedagang tersebut. dan ketika sang Rabbi ditanya kenapa mesti marah, dia hanya menjawab apa yang kamu lakukan jika ada orang dengan sengaja dan terus menerus mengotori rumahmu?. kamu tersenyum dan membiarkan orang terus mengotorinya?. Amarah sang Rabbi dipandang “baik” dan “tepat”. “Baik” karena dalam konteks mendidik untuk lebih menghargai rumah ibadah. “Tepat” karena situasi dan kondisinya ketika itu telah terjadi pembiaran yang telah berlangsung lama dan pengakomodasian terhadap kegiatan pasar binatang itu oleh pihak yang berwenang, dan tidak ada seorangpun yang berani menyatakan keberatannya secara langsung.

Sekarang mari kita cermati apa efek dari amarah sang Rabbi terhadap para pedagang yang dirugikan dan pihak berwenang yang juga dirugikan karena setoran jadi berkurang. Pedagang disitu pastilah dikendalikan oleh pikiran ekonomi. Ada permintaan, ada penawaran. Dimana ada kumpulan orang, pasti disitu ada permintaan dan kejelian pedagang disitu, adalah mengenali jenis permintaan dan berikhtiar menyediakannya. Lalu ketika lapak mereka digusur dari tempat yang tidak seharusnya, maka dengan mudah mereka mencari lapak yang baru di tempat yang seharusnya yang banyak tersedia disekitar rumah ibadah itu (perlu dingat bahwa yang dipersoalkan sang Rabbi adalah posisi lapak para pedagang ditempat yang terlarang dari rumah ibadah itu, bukan kegiatan berdagangnya). Jadi tidak ada efek yang membahayakan para pedagang sebagai hasil dari amarah sang Rabbi. Justru mereka menjadi diingatkan bahwa ternyata ada orang yang tidak setuju jika pelataran rumah ibadah itu digunakan sebagai pasar binatang.

Sebaliknya bagi pihak berwenang yang selama ini mengecap keuntungan dari kehadiran para pedagang itu, melalui setoran hariannya, amarah sang Rabbi itu, yang menyatakan ketidaksetujuan secara langsung, justru berpotensi mengecilkan pendapatan harian mereka. Dengan memperjualbelikan lapak-lapak di tempat yang terlarang itu, pihak berwenang mendapatkan tambahan penghasilan terhadap penghasilan resmi mereka. Kini para pedagang menjadi kapok berjualan di pelataran rumah ibadat yang benilai strategis secara ekonomi. Alhasil tingkah amarah sang Rabbi itu dipandang sebagai ancaman terhadap status quo yang selama ini telah dipelihara dengan baik tanpa ada gangguan. Jadi efek amarah sang Rabbi kepada pihak berwenang yang memfasilitasi pasar binatang itu adalah malahan menumbuhkembangkan kebencian pihak berwenang itu kepada sang Rabbi. Salahkah amarah sang Rabbi itu?

Selasa, 03 Agustus 2010

Palangkaraya: Nasibmu dan Takdirmu Kini

Ditengah gegap gempita wacana pemindahan pusat pemerintahan Indonesia, dan salah satu kota yang diusulkan karena alasan historis, posisi geografis, alasan keamanan, dan geopolitis, adalah kota Palangkaraya. Tulisan ini dimaksudkan untuk memberikan beberapa cuil informasi yang barangkali terlewatkan. Kota Palangkaraya adalah satu-satunya kota pertama yang dibangun pada masa kemerdekaan oleh tangan bangsa Indonesia sendiri. Embrio awal dari kota ini adalah sebuah desa yang bernama Pahandut, sebuah desa di tepi sungai Kahayan. Desa ini pada awalnya cukup berkembang, dan penduduknya pada waktu itu kebanyakan bermatapencaharian sebagai petani, pencari hasil hutan dan nelayan. Desa ini terhitung sebagai desa ke-17 dari muara sungai Kahayan. Tokoh pembentukan Propinsi baru, yang ke 17 Kalimantan Tengah, pada waktu sedang berupaya untuk menentukan ibukota Propinsi baru ini. Ada beberapa kota yang telah berkembang dan menawarkan diri untuk menjadi ibukota propinsi baru itu, namun pemikiran untuk membangun sebuah kota baru, kota pertama di alam kemerdekaan rupanya mendominasi pengambilan keputusan untuk memilih lokasi di mana desa Pahandut, dan desa Jekan berlokasi. Ide untuk membangun sebuah kota baru yang bebas dari pengaruh Belanda dan Jepang diduga kuat berasal dari Soekarno presiden pertama RI, dan kemudian dieksekusi oleh tokoh -tokoh pembentukan propinsi Kalimantan Tengah.

Lalu dimulailah suatu pekerjaan yang mahaberat: mengubah hutan rimba perawan menjadi sebuah kota. Tak terkirakan dedikasi dan semangat melebur antara pemimpin dan rakyat Kalimantan Tengah untuk mewujudkan impian itu. Hutan di tebas dengan peralatan tradisional dan modern, raungan suara gergaji mesin bersaing dengan suara mesin buldozer meratakan tanah. Lalu para tukang-tukang bangunan dan tukang pembuat jalan bahu membahu membuat banguan kantor pemerintahan dan infrastruktur jalan. Sampai saat ini para sesepuh yang terlibat dalam pembangunan kota Palangkaraya, masih bisa dengan bangga menceritakan perjuangan mahaberat itu lengkap dengan berbagai romantika dan kisah mistis yang membalutnya untuk anak cucu mereka.

Sayangnya proyek mercusuar Soekarno untuk memimpin blok baru dunia melalui proyek Ganefo-nya sedikit banyak telah mengalihkan perhatian kepada pembangunan kota baru ini. Ditambah dengan berbagai persoalan yang menyangkut teknis di lapangan dan pada akhirnya posisi politik Soekarno yang sudah goyah di akhir masa pemerintahannya, semakin menenggelamkan ambisi besar untuk sebuah kota Modal-Model impian rakyat merdeka. Palangkaraya terpinggirkan dari ambisi besar dan harus meniti jalan nasibnya sendiri.

Kini, nasib telah membawa palangkaraya berkembang menjadi sebuah kota kecil dengan penduduk kira-kira 189,000-an orang. Pendapatan asli daerahnya tidak terlalu mengesankan hanya sekitar 23-an milyar pada tahun 2009 lalu. Dengan luas kira-kira 2400 an kilometer persegi, dan dari luas itu 93% -nya masih berupa hutan dan lahan pertanian, maka luas terbangun kota itu kira-kira baru 7% dari luas totalnya. Sehingga lengkaplah kalau kota Palangka seringkali di juluki sebagai kota dwimuka. ada muka countryside yang didominasi oleh hutan belantara dan desa-desa kecil, sementara itu di wilayah intinya terdapat muka kota yang didominasi oleh bangunan publik dan pemukiman padat penduduk.

Palangkaraya terdiri dari dua kata. Palangka dan Raya. Palangka lengkapnya palangka bulau adalah wahana mitologi dalam kepercayaan Kaharingan (agama asli penduduk Kalimantan Tengah) yang membawa turun manusia pertama ke dalam dunia ini. Palangka bermakna wadah atau tempat yang suci (holy place). Sementara itu Raya, yang juga dikenal dalam bahasa Indonesia berarti besar. Sehingga secara harafiah palangkaraya dapat berarti tempat yang suci dan besar. Pemberian nama ini menggambarkan cita-cita dan visi para tokoh yang terlibat dalam pembangunan kota Palangka Raya akan sebuah kota yang besar dan kota yang mengagungkan kesucian (bersih dari budaya korupsi, kongkalikong, suap, hidup bermartabat dalam kebersamaan) sebagai jalan hidupnya.

Nama palangkaraya, pada awalnya ditulis terpisah antara kata Palangka dan kata Raya. Namun belakangan ditulis dalam satu kesatuan, dan kini entah mengapa mulai dikembalikan kepada cara penulisan awalnya. Tapi itu tidak terlalu penting-penting amat,terserahlah yang baiknya bagaimana. Perhatian saya lebih banyak fokus kepada nasib Kota Palangkaraya (saya ikuti penulisan yang enaknya menurut saya saja) yang kini seakan ditarik kembali kepada masa-masa gegap gempitanya nasionalisme di kumandangkan oleh Soekarna. Adalah sebuah takdir jika dimasa lalunya Palangkaraya pernah digadang-gadang oleh pemimpin karismatis bangsa ini untuk menjadi sebuah kota pertama yang besar di alam kemerdekaan dan dibesarkan oleh tangan bangsa ini sendiri bebas dari pengaruh Belanda dan Jepang. Adalah takdirnya juga jika tangan Soekarno ikut mendisain kota ini. Dan juga adalah takdir jika tangan Soekarnolah yang meletakan batu pertama (sebenarnya tiang) sebagai landasan pembangunan kota ini. Takdir telah membawa kota Palangkaraya harus menempuh jalan hidupnya sendiri setelah terhempas dari ambisi besar dari besar sang Pemimpin. Dan kini nasib pula yang mempertemukan Palangkaraya dengan gagasan besar untuk memindahkan pusat pemerintahan Republik ini. Kota Palangkaraya masuk dalam nominasi calon pusat pemerintahan karena alasan historisnya kemudian didukung dengan posisi geografis dan geopolitisnya dan dilengkapi dengan keamanan dari aktifitas geologis yang membahayakan.

Barangkali satu yang masih tertinggal adalah posisi Palangkaraya yang dikepung oleh daerah aliran sungai. Posisi hidrologi ini telah menganugerahi kota Palangka Raya dengan lansekap penyimpan air permukaan dan air bawah permukaan sebagai bagian dari sistim besar hidrologi pulau Kalimantan dan propinsi Kalimantan pada khususnya. Bukti empiris telah menunjukan bahwa gangguan terhadap sistim hidrologi itu akan menimbulkan ketidakseimbangan dan gangguan terhadap yang lain. Sebagai Pembukaan perkebunan sawit yang tidak terkendali telah mengikis daya dukung pengendalian air permukaan dan air bawah permukaan. Jadi meskipun curah hujan rata-rata cukup rendah, namun akhir-akhir ini banjir dengan mudah melanda. Contoh yang lain adalah pengalaman di masa lalu ketika Soeharto mencanangkan pembukaan lahan sejuta hektar untuk menanam padi. Saluran irigasi buatan manusia ternyata telah mengiris kubah raksasa gambut yang menyimpan air dengan kadar pirit yang tinggi. Akibatnya lahan yang digadang-gadang dapat menumbuhkan padi dengan kualitas tinggi akhirnya berproduksi dengan kualitas rendah. Proyek lahan sejuta hektar akhirnya berantakan, namun akibat buruknya terhadap kehidupan sosial masyarakat asli dan lingkungan hidup sampai kapanpun tidak akan pernah terlupakan. Dua contoh diatas hendaklah menjadi pelajaran yang sangat berharga. Sedungu-dungunya keledai, diapun tidak bakalan terperosok ke lubang yang sama.

Wacana pemindahan pusat pemerintahan Ri yang disebut-sebut akan ditempatkan di Palangkaraya, sangatlah menarik untuk didiskusikan. Karena baru berupa wacana ya tentulah masih jauh panggang dari api. Namun membicarakannya sangatlah menarik, karena paling tidak sekarang orang jadi tahu kota Palangkaraya. Sebagian orang berlomba-lomba membicarakannya dengan pengetahuan dan versinya masing-masing, ya sah-sah saja. Tidak ada yang salah dengan itu. Namun wacana ini telah menghembuskan berbagai macam isu di tengah-tengah masyarakat. misalnya Isu tentang ganti rugi tanah untuk pembangunan infrastruktur dan bangunan pemerintahan telah menggerakan para spekulan tanah baik yang profesional maupun yang dadakan untuk berlomba-lomba menyimpan kavling tanah terutama untuk daerah yang strategis. Isu yang lain yang beredar adalah masyarakat lokal bakal terpinggirkan oleh aktifitas para pendatang di kota Palangkaraya, lalu munculah ungkapan “tempun petak nana sare” ( terjemahan bebas: punya tanah tapi bertani di pinggiran).

Senin, 14 Juni 2010

11th PRSCO SUMMER INSTITUTE CALI,COLOMBIA,JUNE 16-­18,2010

Senin, 07 Juni 2010

Juni

Habis Mei terbitlah bulan Juni. Gregorian kalender yang berafiliasi pada solar system, telah sekian lama, paling tidak sudah lebih dari 2000 tahun membantu manusia menemukan tempatnya dalam dimensi waktu yang tidak berbatas. Lalu apa artinya Juni?. Jika satu tahun terdiri dari 12 kali rotasi bulan mengelilingi bumi, maka hitungan yang keenam berarti sudah separuh jalan perjalanan bumi mengelilingi matahari. Putaran yang biasa-biasa saja. normal.Siklus yang telah terjadi sepanjang umur matahari dan bumi itu sendiri. Yang tidak biasa adalah: Siklus itu tidak pernah sama detik per detik selama umur matahari dan bumi. Detik pertama siklus dimulai sampai detik yang sama lagi pada siklus yang kesekian tidak pernah sama keadaan bumi dan matahari. Artinya juni pada siklus pertama tentulah berbeda dengan juni-juni yang pada siklus berikutnya. Peristiwanya, baik alamnya maupun sosialnya berbeda. Sehingga arti juni sekarang pastilah berbeda dengan juni kemarin dan juni yang akan datang. Disinilah sebuah arti menemukan artinya ketika dia memiliki identitas yang berbeda.Juni memiliki arti. Arti buat siapa?

Manusialah yang memberikan juni arti dalam bahasa yang bisa di mengerti oleh manusia. Binatangpun memberikan arti bulan juni dengan bahasa mereka. Juni artinya musim kawin bagi banyak species. Bagi penyu laut, bulan juni adalah bulan bertelur. Mereka berenang ribuan mil menuju belahan bumi Utara yang sedang menghangat dan meletakan telur-telur mereka di pantai yang hangat.

Bulan juni tahun ini ditandai dengan berdampingannya cahaya merah dari planet mars dan cahaya biru dari bintang regulus pada langit barat. Tentu perpaduan yang indah, sebab merah menyiratkan semangat dan vitalitas sementara biru bermakna teduh dan tenang. Dua kutub yang sebenarnya berbeda tetapi saling melengkapi satu sama lain. Merah memerlukan biru untuk menyeimbangkan vitalitasnya sementara biru memerlukan merah untuk membuat gairah.

Bulan juni tahun ini juga akan dimaknai sebagai pertandingan sepakbola terbesar sejagad yang dilaksanakan pertama kali di benua Afrika. Afrika akan menunjukan kelasnya yang setara dengan benua-benua yang lain dalam penyelenggaraan hajatan itu. Soal juara? itu juga ditunggu.

Banyak pakar memperkirakan bahwa benua afrika akan unjuk kekuatan dalam kontes itu. Negara-negara seperti pantai gading, togo, kamerun, dan ghana diprediksi akan membuat kejutan.

Bulan juni sudah datang. akan ada 30 hari, 720 jam, 43,200 menit dan 2,592,000 detik yang berbeda, yang tidak akan pernah sama dan beridentitas. Maknailah juni ini.

Kamis, 20 Mei 2010

Detik-detik Proklamasi Indonesia

Numpang Posting "Detik-detik bersejarah 17 Agustus 1945


Berikut fakta sejarah yang terjadi pada saat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
( diperoleh dari berbagai rangkuman sumber sejarah Bangsa Indonesia antara lain dari : Sekretariat Negara RI & Wikipedia ) :

Perdebatan Antara Golongan Tua & Golongan Muda


Proklamasi, ternyata didahului oleh perdebatan hebat antara golongan pemuda dengan golongan tua. Baik golongan tua maupun golongan muda, sesungguhnya sama-sama menginginkan secepatnya dilakukan Proklamasi Kemerdekaan dalam suasana kekosongan kekuasaan dari tangan pemerintah Jepang. Hanya saja, mengenai cara melaksanakan proklamasi itu terdapat perbedaan pendapat. Golongan tua, sesuai dengan perhitungan politiknya, berpendapat bahwa Indonesia dapat merdeka tanpa pertumpahan darah, jika tetap bekerjasama dengan Jepang.

Karena itu, untuk memproklamasikan kemerdekaan, diperlukan suatu revolusi yang terorganisir. Soekarno dan Hatta, dua tokoh golongan tua, bermaksud membicarakan pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan dalam rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia ( PPKI ). Dengan cara itu, pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan tidak menyimpang dari ketentuan pemerintah Jepang. Sikap inilah yang tidak disetujui oleh golongan pemuda. Mereka menganggap, bahwa PPKI adalah badan buatan Jepang. Sebaliknya, golongan pemuda menghendaki terlaksananya Proklamasi Kemerdekaan itu, dengan kekuatan sendiri. Lepas sama sekali dari campur tangan pemerintah Jepang. Perbedaan pendapat ini, mengakibatkan penekanan-penekanan golongan pemuda kepada golongan tua yang mendorong mereka melakukan “aksi penculikan” terhadap diri Soekarno-Hatta ( lihat Marwati Djoened Poesponegoro, ed. 1984:77-81 )

Tanggal 15 Agustus 1945, kira-kira pukul 22.00, di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta, tempat kediaman Bung Karno, berlangsung perdebatan serius antara sekelompok pemuda dengan Bung Karno mengenai Proklamasi Kemerdekaan sebagaimana dilukiskan Lasmidjah Hardi ( 1984:58 ); Ahmad Soebardjo ( 1978:85-87 ) sebagai berikut:

” Sekarang Bung, sekarang! malam ini juga kita kobarkan revolusi !” kata Chaerul Saleh dengan meyakinkan Bung Karno bahwa ribuan pasukan bersenjata sudah siap mengepung kota dengan maksud mengusir tentara Jepang. ” Kita harus segera merebut kekuasaan !” tukas Sukarni berapi-api. ” Kami sudah siap mempertaruhkan jiwa kami !” seru mereka bersahutan. Wikana malah berani mengancam Soekarno dengan pernyataan; ” Jika Bung Karno tidak mengeluarkan pengumuman pada malam ini juga, akan berakibat terjadinya suatu pertumpahan darah dan pembunuhan besar-besaran esok hari .”

Mendengar kata-kata ancaman seperti itu, Soekarno naik darah dan berdiri menuju Wikana sambil berkata: ” Ini batang leherku, seretlah saya ke pojok itu dan potonglah leherku malam ini juga! Kamu tidak usah menunggu esok hari !”. Hatta kemudian memperingatkan Wikana; “… Jepang adalah masa silam. Kita sekarang harus menghadapi Belanda yang akan berusaha untuk kembali menjadi tuan di negeri kita ini. Jika saudara tidak setuju dengan apa yang telah saya katakan, dan mengira bahwa saudara telah siap dan sanggup untuk memproklamasikan kemerdekaan, mengapa saudara tidak memproklamasikan kemerdekaan itu sendiri ? Mengapa meminta Soekarno untuk melakukan hal itu ?”

Namun, para pemuda terus mendesak; ” apakah kita harus menunggu hingga kemerdekaan itu diberikan kepada kita sebagai hadiah, walaupun Jepang sendiri telah menyerah dan telah takluk dalam ‘Perang Sucinya ‘!”. ” Mengapa bukan rakyat itu sendiri yang memprokla­masikan kemerdekaannya ? Mengapa bukan kita yang menyata­kan kemerdekaan kita sendiri, sebagai suatu bangsa ?”. Dengan lirih, setelah amarahnya reda, Soekarno berkata; “… kekuatan yang segelintir ini tidak cukup untuk melawan kekuatan bersenjata dan kesiapan total tentara Jepang! Coba, apa yang bisa kau perlihatkan kepada saya ? Mana bukti kekuatan yang diperhitungkan itu ? Apa tindakan bagian keamananmu untuk menyelamatkan perempuan dan anak-anak ? Bagaimana cara mempertahankan kemerdekaan setelah diproklamasikan ? Kita tidak akan mendapat bantuan dari Jepang atau Sekutu. Coba bayangkan, bagaimana kita akan tegak di atas kekuatan sendiri “. Demikian jawab Bung Karno dengan tenang.

Para pemuda, tetap menuntut agar Soekarno-Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan. Namun, kedua tokoh itu pun, tetap pada pendiriannya semula. Setelah berulangkali didesak oleh para pemuda, Bung Karno menjawab bahwa ia tidak bisa memutuskannya sendiri, ia harus berunding dengan para tokoh lainnya. Utusan pemuda mempersilahkan Bung Karno untuk berunding. Para tokoh yang hadir pada waktu itu antara lain, Mohammad Hatta, Soebardjo, Iwa Kusumasomantri, Djojopranoto, dan Sudiro. Tidak lama kemudian, Hatta menyampaikan keputusan, bahwa usul para pemuda tidak dapat diterima dengan alasan kurang perhitungan serta kemungkinan timbulnya banyak korban jiwa dan harta. Mendengar penjelasan Hatta, para pemuda nampak tidak puas. Mereka mengambil kesimpulan yang menyimpang; menculik Bung Karno dan Bung Hatta dengan maksud menyingkirkan kedua tokoh itu dari pengaruh Jepang.

Pukul 04.00 dinihari, tanggal 16 Agustus 1945, Soekarno dan Hatta oleh sekelompok pemuda dibawa ke Rengasdengklok. Aksi “penculikan” itu sangat mengecewakan Bung Karno, sebagaimana dikemukakan Lasmidjah Hardi ( 1984:60 ). Bung Karno marah dan kecewa, terutama karena para pemuda tidak mau mendengarkan pertimbangannya yang sehat. Mereka menganggap perbuatannya itu sebagai tindakan patriotik. Namun, melihat keadaan dan situasi yang panas, Bung Karno tidak mempunyai pilihan lain, kecuali mengikuti kehendak para pemuda untuk dibawa ke tempat yang mereka tentukan. Fatmawati istrinya, dan Guntur yang pada waktu itu belum berumur satu tahun, ia ikut sertakan.

Rengasdengklok kota kecil dekat Karawang dipilih oleh para pemuda untuk mengamankan Soekarno-Hatta dengan perhitungan militer; antara anggota PETA ( Pembela Tanah Air ) Daidan Purwakarta dengan Daidan Jakarta telah terjalin hubungan erat sejak mereka mengadakan latihan bersama-sama. Di samping itu, Rengasdengklok letaknya terpencil sekitar 15 km. dari Kedunggede Karawang. Dengan demikian, deteksi dengan mudah dilakukan terhadap setiap gerakan tentara Jepang yang mendekati Rengasdengklok, baik yang datang dari arah Jakarta maupun dari arah Bandung atau Jawa Tengah.

Sehari penuh, Soekarno dan Hatta berada di Rengasdengklok. Maksud para pemuda untuk menekan mereka, supaya segera melaksanakan Proklamasi Kemerdekaan terlepas dari segala kaitan dengan Jepang, rupa-rupanya tidak membuahkan hasil. Agaknya keduanya memiliki wibawa yang cukup besar. Para pemuda yang membawanya ke Rengasdengklok, segan untuk melakukan penekanan terhadap keduanya. Sukarni dan kawan-kawannya, hanya dapat mendesak Soekarno-Hatta untuk menyatakan proklamasi secepatnya seperti yang telah direncanakan oleh para pemuda di Jakarta . Akan tetapi, Soekarno-Hatta tidak mau didesak begitu saja. Keduanya, tetap berpegang teguh pada perhitungan dan rencana mereka sendiri. Di sebuah pondok bambu berbentuk panggung di tengah persawahan Rengasdengklok, siang itu terjadi perdebatan panas; ” Revolusi berada di tangan kami sekarang dan kami memerintahkan Bung, kalau Bung tidak memulai revolusi malam ini, lalu …”. ” Lalu apa ?” teriak Bung Karno sambil beranjak dari kursinya, dengan kemarahan yang menyala-nyala. Semua terkejut, tidak seorang pun yang bergerak atau berbicara.

Waktu suasana tenang kembali. Setelah Bung Karno duduk. Dengan suara rendah ia mulai berbicara; ” Yang paling penting di dalam peperangan dan revolusi adalah saatnya yang tepat. Di Saigon, saya sudah merencanakan seluruh pekerjaan ini untuk dijalankan tanggal 17 “. ” Mengapa justru diambil tanggal 17, mengapa tidak sekarang saja, atau tanggal 16 ?” tanya Sukarni. ” Saya seorang yang percaya pada mistik”. Saya tidak dapat menerangkan dengan pertimbangan akal, mengapa tanggal 17 lebih memberi harapan kepadaku. Akan tetapi saya merasakan di dalam kalbuku, bahwa itu adalah saat yang baik. Angka 17 adalah angka suci. Pertama-tama kita sedang berada dalam bulan suci Ramadhan, waktu kita semua berpuasa, ini berarti saat yang paling suci bagi kita. tanggal 17 besok hari Jumat, hari Jumat itu Jumat legi, Jumat yang berbahagia, Jumat suci. Al-Qur’an diturunkan tanggal 17, orang Islam sembahyang 17 rakaat, oleh karena itu kesucian angka 17 bukanlah buatan manusia “. Demikianlah antara lain dialog antara Bung Karno dengan para pemuda di Rengasdengklok sebagaimana ditulis Lasmidjah Hardi ( 1984:61 ).

Sementara itu, di Jakarta, antara Mr. Ahmad Soebardjo dari golongan tua dengan Wikana dari golongan muda membicarakan kemerdekaan yang harus dilaksanakan di Jakarta . Laksamana Tadashi Maeda, bersedia untuk menjamin keselamatan mereka selama berada di rumahnya. Berdasarkan kesepakatan itu, Jusuf Kunto dari pihak pemuda, hari itu juga mengantar Ahmad Soebardjo bersama sekretaris pribadinya, Sudiro, ke Rengasdengklok untuk menjemput Soekarno dan Hatta. Rombongan penjemput tiba di Rengasdengklok sekitar pukul 17.00. Ahmad Soebardjo memberikan jaminan, bahwa Proklamasi Kemerdekaan akan diumumkan pada tanggal 17 Agustus 1945, selambat-lambatnya pukul 12.00. Dengan jaminan itu, komandan kompi PETA setempat, Cudanco Soebeno, bersedia melepaskan Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta ( Marwati Djoened Poesponegoro, ed. 1984:82-83 ).

Merumuskan Teks Proklamasi Kemerdekaan

Rombongan Soekarno-Hatta tiba di Jakarta sekitar pukul 23.00. Langsung menuju rumah Laksamana Tadashi Maeda di Jalan Imam Bonjol No.1, setelah lebih dahulu menurunkan Fatmawati dan putranya di rumah Soekarno. Rumah Laksamada Maeda, dipilih sebagai tempat penyusunan teks Proklamasi karena sikap Maeda sendiri yang memberikan jaminan keselamatan pada Bung Karno dan tokoh-tokoh lainnya. De Graff yang dikutip Soebardjo ( 1978:60-61 ) melukiskan sikap Maeda seperti ini. Sikap dari Maeda tentunya memberi kesan aneh bagi orang-orang Indonesia itu, karena perwira Angkatan Laut ini selalu berhubungan dengan rakyat Indonesia.

Sebagai seorang perwira Angkatan Laut yang telah melihat lebih banyak dunia ini dari rata-rata seorang perwira Angkatan Darat , ia mempunyai pandangan yang lebih tepat tentang keadaan dari orang-orang militer yang agak sempit pikirannya. Ia dapat berbicara dalam beberapa bahasa. Ia adalah pejabat yang bertanggungjawab atas Bukanfu di Batavia; kantor pembelian Angkatan Laut di Indonesia. Ia tidak khusus membatasi diri hanya pada tugas-tugas militernya saja, tetapi agar dirinya dapat terbiasa dengan suasana di Jawa , ia membentuk suatu kantor penerangan bagi dirinya di tempat yang sama yang pimpinannya dipercayakan kepada Soebardjo. Melalui kantor inilah, yang menuntut biaya yang tidak sedikit baginya, ia mendapatkan pengertian tentang masalah-masalah di Jawa lebih baik dari yang didapatnya dari buletin-buletin resmi Angkatan Darat. Terlebih-lebih ia memberanikan diri untuk mendirikan asrama-asrama bagi nasionalis-nasionalis muda Indonesia . Pemimpin-pemimpin terkemuka, diperbantukan sebagai guru-guru untuk mengajar di asrama itu. Doktrin-doktrin yang agak radikal dipropagandakan. Lebih lincah dari orang-orang militer, ia berhasil mengambil hati dari banyak nasionalis yang tahu pasti bahwa keluhan-keluhan dan keberatan-keberatan mereka selalu bisa dinyatakan kepada Maeda. Sikap Maeda seperti inilah yang memberikan keleluasaan kepada para tokoh nasionalis untuk melakukan aktivitas yang maha penting bagi masa depan bangsanya.

Malam itu, dari rumah Laksamana Maeda, Soekarno dan Hatta ditemani Laksamana Maeda menemui Somobuco ( kepala pemerintahan umum ), Mayor Jenderal Nishimura, untuk menjajagi sikapnya mengenai pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan. Nishimura mengatakan bahwa karena Jepang sudah menyatakan menyerah kepada Sekutu, maka berlaku ketentuan bahwa tentara Jepang tidak diperbolehkan lagi mengubah status quo . Tentara Jepang diharuskan tunduk kepada perintah tentara Sekutu. Berdasarkan garis kebi ­ jakan itu, Nishimura melarang Soekarno-Hatta mengadakan rapat PPKI dalam rangka pelaksanaan Proklamasi Kemerde ­ kaan. Melihat kenyataan ini, Soekarno-Hatta sampai pada kesimpulan bahwa tidak ada gunanya lagi untuk membicara­kan soal kemerdekaan Indonesia dengan Jepang. Mereka hanya berharap agar pihak Jepang tidak menghalang-ha ­ langi pelaksanaan proklamasi kemerdekaan oleh rakyat Indonesia sendiri ( Hatta, 1970:54-55 ).

Setelah pertemuan itu, Soekarno dan Hatta kembali ke rumah Laksamana Maeda. Di ruang makan rumah Laksamana Maeda itu dirumuskan teks proklamasi kemerdekaan. Maeda, sebagai tuan rumah, mengundurkan diri ke kamar tidurnya di lantai dua ketika peristiwa bersejarah itu berlangsung. Miyoshi, orang kepercayaan Nishimura, bersama Sukarni, Sudiro, dan B.M. Diah menyaksikan Soekarno, Hatta, dan Ahmad Soebardjo membahas rumusan teks Proklamasi. Sedangkan tokoh-tokoh lainnya, baik dari golongan tua maupun dari golongan pemuda, menunggu di serambi muka.

Menurut Soebardjo ( 1978:109 ) di ruang makan rumah Laksamana Maeda menjelang tengah malam, rumusan teks Proklamasi yang akan dibacakan esok harinya disusun. Soekarno menuliskan konsep proklamasi pada secarik kertas. Hatta dan Ahmad Soebardjo menyumbangkan pikirannya secara lisan. Kalimat pertama dari teks Proklamasi merupakan saran Ahmad Soebardjo yang diambil dari rumusan Dokuritsu Junbi Cosakai , sedangkan kalimat terakhir merupakan sumbangan pikiran Mohammad Hatta. Hatta menganggap kalimat pertama hanyalah merupakan pernyataan dari kemauan bangsa Indonesia untuk menentukan nasibnya sendiri, menurut pendapatnya perlu ditambahkan pernyataan mengenai pengalihan kekuasaan ( transfer of sovereignty ). Maka dihasilkanlah rumusan terakhir dari teks proklamasi itu.

Setelah kelompok yang menyendiri di ruang makan itu selesai merumuskan teks Proklamasi, kemudian mereka menuju serambi muka untuk menemui hadirin yang berkumpul di ruangan itu. Saat itu, dinihari menjelang subuh. Jam menunjukkan pukul 04.00, Soekarno mulai membuka pertemuan itu dengan membacakan rumusan teks Proklamasi yang masih merupakan konsep. Soebardjo ( 1978:109-110 ) melukiskan suasana ketika itu: “ Sementara teks Proklamasi ditik, kami menggunakan kesempatan untuk mengambil makanan dan minuman dari ruang dapur, yang telah disiapkan sebelumnya oleh tuan rumah kami yang telah pergi ke kamar tidurnya di tingkat atas. Kami belum makan apa-apa, ketika meninggalkan Rengasdengklok. Bulan itu adalah bulan suci Ramadhan dan waktu hampir habis untuk makan sahur, makan terakhir sebelum sembahyang subuh. Setelah kami terima kembali teks yang telah ditik, kami semuanya menuju ke ruang besar di bagian depan rumah. Semua orang berdiri dan tidak ada kursi di dalam ruangan. Saya bercampur dengan beberapa anggota Panitia di tengah-tengah ruangan. Sukarni berdiri di samping saya. Hatta berdiri mendampingi Sukarno menghadap para hadirin . Waktu menunjukkan pukul 04.00 pagi tanggal 17 Agustus 1945, pada saat Soekarno membuka pertemuan dini hari itu dengan beberapa patah kata.

“Keadaan yang mendesak telah memaksa kita semua mempercepat pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan. Rancangan teks telah siap dibacakan di hadapan saudara-saudara dan saya harapkan benar bahwa saudara-saudara sekalian dapat menyetujuinya sehingga kita dapat berjalan terus dan menyelesaikan pekerjaan kita sebelum fajar menyingsing“. Kepada mereka yang hadir, Soekarno menyarankan agar bersama-sama menandatangani naskah proklamasi selaku wakil-wakil bangsa Indonesia . Saran itu diperkuat oleh Mohammad Hatta dengan mengambil contoh pada “Declaration of Independence ” Amerika Serikat. Usul itu ditentang oleh pihak pemuda yang tidak setuju kalau tokoh-tokoh golongan tua yang disebutnya “budak-budak Jepang” turut menandatangani naskah proklamasi. Sukarni mengusulkan agar penandatangan naskah proklamasi itu cukup dua orang saja, yakni Soekarno dan Mohammad Hatta atas nama bangsa Indonesia . Usul Sukarni itu diterima oleh hadirin.

Naskah yang sudah diketik oleh Sajuti Melik, segera ditandatangani oleh Soekarno dan Mohammad Hatta. Persoalan timbul mengenai bagaimana Proklamasi itu harus diumumkan kepada rakyat di seluruh Indonesia , dan juga ke seluruh pelosok dunia. Di mana dan dengan cara bagaimana hal ini harus diselenggarakan? Menurut Soebardjo ( 1978:113 ), Sukarni kemudian memberitahukan bahwa rakyat Jakarta dan sekitarnya, telah diserukan untuk datang berbondong-bondong ke lapangan IKADA pada tanggal 17 Agustus untuk mendengarkan Proklamasi Kemerdekaan. Akan tetapi Soekarno menolak saran Sukarni. ” Tidak ,” kata Soekarno, ” lebih baik dilakukan di tempat kediaman saya di Pegangsaan Timur. Pekarangan di depan rumah cukup luas untuk ratusan orang. Untuk apa kita harus memancing-mancing insiden ? Lapangan IKADA adalah lapangan umum. Suatu rapat umum, tanpa diatur sebelumnya dengan penguasa-penguasa militer, mungkin akan menimbulkan salah faham. Suatu bentrokan kekerasan antara rakyat dan penguasa militer yang akan membubarkan rapat umum tersebut, mungkin akan terjadi. Karena itu, saya minta saudara sekalian untuk hadir di Pegangsaan Timur 56 sekitar pukul 10.00 pagi .” Demikianlah keputusan terakhir dari pertemuan itu.

Detik-Detik Proklamasi Kemerdekaan Indonesia


Hari Jumat di bulan Ramadhan, pukul 05.00 pagi, fajar 17 Agustus 1945 memancar di ufuk timur. Embun pagi masih menggelantung di tepian daun. Para pemimpin bangsa dan para tokoh pemuda keluar dari rumah Laksamana Maeda, dengan diliputi kebanggaan setelah merumuskan teks Proklamasi hingga dinihari. Mereka, telah sepakat untuk memproklamasikan kemerdekaan bangsa Indonesia hari itu di rumah Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta, pada pukul 10.00 pagi. Bung Hatta sempat berpesan kepada para pemuda yang bekerja pada pers dan kantor-kantor berita, untuk memperbanyak naskah proklamasi dan menyebarkannya ke seluruh dunia
( Hatta, 1970:53 ).

Menjelang pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan, suasana di Jalan Pegangsaan Timur 56 cukup sibuk. Wakil Walikota, Soewirjo, memerintahkan kepada Mr. Wilopo untuk mempersiapkan peralatan yang diperlukan seperti mikrofon dan beberapa pengeras suara. Sedangkan Sudiro memerintahkan kepada S. Suhud untuk mempersiapkan satu tiang bendera. Karena situasi yang tegang, Suhud tidak ingat bahwa di depan rumah Soekarno itu, masih ada dua tiang bendera dari besi yang tidak digunakan. Malahan ia mencari sebatang bambu yang berada di belakang rumah. Bambu itu dibersihkan dan diberi tali. Lalu ditanam beberapa langkah saja dari teras rumah. Bendera yang dijahit dengan tangan oleh Nyonya Fatmawati Soekarno sudah disiapkan. Bentuk dan ukuran bendera itu tidak standar, karena kainnya berukuran tidak sempurna. Memang, kain itu awalnya tidak disiapkan untuk bendera.

Sementara itu, rakyat yang telah mengetahui akan dilaksanakan Proklamasi Kemerdekaan telah berkumpul. Rumah Soekarno telah dipadati oleh sejumlah massa pemuda dan rakyat yang berbaris teratur. Beberapa orang tampak gelisah, khawatir akan adanya pengacauan dari pihak Jepang. Matahari semakin tinggi, Proklamasi belum juga dimulai. Waktu itu Soekarno terserang sakit, malamnya panas dingin terus menerus dan baru tidur setelah selesai merumuskan teks Proklamasi. Para undangan telah banyak berdatangan, rakyat yang telah menunggu sejak pagi, mulai tidak sabar lagi. Mereka yang diliputi suasana tegang berkeinginan keras agar Proklamasi segera dilakukan. Para pemuda yang tidak sabar, mulai mendesak Bung Karno untuk segera membacakan teks Proklamasi. Namun, Bung Karno tidak mau membacakan teks Proklamasi tanpa kehadiran Mohammad Hatta. Lima menit sebelum acara dimulai, Mohammad Hatta datang dengan pakaian putih-putih dan langsung menuju kamar Soekarno. Sambil menyambut kedatangan Mohammad Hatta, Bung Karno bangkit dari tempat tidurnya, lalu berpakaian. Ia juga mengenakan stelan putih-putih. Kemudian keduanya menuju tempat upacara.

Marwati Djoened Poesponegoro ( 1984:92-94 ) melukiskan upacara pembacaan teks Proklamasi itu. Upacara itu berlangsung sederhana saja. Tanpa protokol. Latief Hendraningrat, salah seorang anggota PETA, segera memberi aba-aba kepada seluruh barisan pemuda yang telah menunggu sejak pagi untuk berdiri. Serentak semua berdiri tegak dengan sikap sempurna. Latief kemudian mempersilahkan Soekarno dan Mohammad Hatta maju beberapa langkah mendekati mikrofon. Dengan suara mantap dan jelas, Soekarno mengucapkan pidato pendahuluan singkat sebelum membacakan teks proklamasi.


“Saudara-saudara sekalian ! saya telah minta saudara hadir di sini, untuk menyaksikan suatu peristiwa maha penting dalam sejarah kita. Berpuluh-puluh tahun kita bangsa Indonesia telah berjuang untuk kemerdekaan tanah air kita. Bahkan telah beratus-ratus tahun. Gelombangnya aksi kita untuk mencapai kemerdekaan kita itu ada naiknya ada turunnya. Tetapi jiwa kita tetap menuju ke arah cita-cita. Juga di dalam jaman Jepang, usaha kita untuk mencapai kemerdekaan nasional tidak berhenti. Di dalam jaman Jepang ini tampaknya saja kita menyandarkan diri kepada mereka. Tetapi pada hakekatnya, tetap kita menyusun tenaga kita sendiri. Tetap kita percaya pada kekuatan sendiri. Sekarang tibalah saatnya kita benar-benar mengambil nasib bangsa dan nasib tanah air kita di dalam tangan kita sendiri. Hanya bangsa yang berani mengambil nasib dalam tangan sendiri, akan dapat berdiri dengan kuatnya. Maka kami, tadi malam telah mengadakan musyawarah dengan pemuka-pemuka rakyat Indonesia dari seluruh Indonesia , permusyawaratan itu seia-sekata berpendapat, bahwa sekaranglah datang saatnya untuk menyatakan kemerdekaan kita.

Saudara-saudara! Dengan ini kami menyatakan kebulatan tekad itu. Dengarkanlah Proklamasi kami: PROKLAMASI; Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan Kemerdekaan Indonesia . Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain, diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Jakarta , 17 Agustus 1945. Atas nama bangsa Indonesia Soekarno/Hatta.

Demikianlah saudara-saudara! Kita sekarang telah merdeka. Tidak ada satu ikatan lagi yang mengikat tanah air kita dan bangsa kita! Mulai saat ini kita menyusun Negara kita! Negara Merdeka. Negara Republik Indonesia merdeka, kekal, dan abadi. Insya Allah, Tuhan memberkati kemerdekaan kita itu“. ( Koesnodiprojo, 1951 )
.

Acara, dilanjutkan dengan pengibaran bendera Merah Putih. Soekarno dan Hatta maju beberapa langkah menuruni anak tangga terakhir dari serambi muka, lebih kurang dua meter di depan tiang. Ketika S. K. Trimurti diminta maju untuk mengibarkan bendera, dia menolak: ” lebih baik seorang prajurit ,” katanya. Tanpa ada yang menyuruh, Latief Hendraningrat yang berseragam PETA berwarna hijau dekil maju ke dekat tiang bendera. S. Suhud mengambil bendera dari atas baki yang telah disediakan dan mengikatnya pada tali dibantu oleh Latief Hendraningrat.



Bendera dinaikkan perlahan-lahan. Tanpa ada yang memimpin, para hadirin dengan spontan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Bendera dikerek dengan lambat sekali, untuk menyesuaikan dengan irama lagu Indonesia Raya yang cukup panjang. Seusai pengibaran bendera, dilanjutkan dengan pidato sambutan dari Walikota Soewirjo dan dr. Muwardi.

Setelah upacara pembacaan Proklamasi Kemerdekaan, Lasmidjah Hardi ( 1984:77 ) mengemukakan bahwa ada sepasukan barisan pelopor yang berjumlah kurang lebih 100 orang di bawah pimpinan S. Brata, memasuki halaman rumah Soekarno. Mereka datang terlambat. Dengan suara lantang penuh kecewa S. Brata meminta agar Bung Karno membacakan Proklamasi sekali lagi. Mendengar teriakan itu Bung Karno tidak sampai hati, ia keluar dari kamarnya. Di depan corong mikrofon ia menjelaskan bahwa Proklamasi hanya diucapkan satu kali dan berlaku untuk selama-lamanya. Mendengar keterangan itu Brata belum merasa puas, ia meminta agar Bung Karno memberi amanat singkat. Kali ini permintaannya dipenuhi. Selesai upacara itu rakyat masih belum mau beranjak, beberapa anggota Barisan Pelopor masih duduk-duduk bergerombol di depan kamar Bung Karno.

Tidak lama setelah Bung Hatta pulang, menurut Lasmidjah Hardi (1984:79) datang tiga orang pembesar Jepang. Mereka diperintahkan menunggu di ruang belakang, tanpa diberi kursi. Sudiro sudah dapat menerka, untuk apa mereka datang. Para anggota Barisan Pelopor mulai mengepungnya. Bung Karno sudah memakai piyama ketika Sudiro masuk, sehingga terpaksa berpakaian lagi. Kemudian terjadi dialog antara utusan Jepang dengan Bung Karno: ” Kami diutus oleh Gunseikan Kakka, datang kemari untuk melarang Soekarno mengucapkan Proklamasi .” ” Proklamasi sudah saya ucapkan,” jawab Bung Karno dengan tenang. ” Sudahkah ?” tanya utusan Jepang itu keheranan. ” Ya, sudah !” jawab Bung Karno. Di sekeliling utusan Jepang itu, mata para pemuda melotot dan tangan mereka sudah diletakkan di atas golok masing-masing. Melihat kondisi seperti itu, orang-orang Jepang itu pun segera pamit. Sementara itu, Latief Hendraningrat tercenung memikirkan kelalaiannya. Karena dicekam suasana tegang, ia lupa menelpon Soetarto dari PFN untuk mendokumentasikan peristiwa itu. Untung ada Frans Mendur dari IPPHOS yang plat filmnya tinggal tiga lembar ( saat itu belum ada rol film ). Sehingga dari seluruh peristiwa bersejarah itu, dokumentasinya hanya ada 3 ( tiga ) ; yakni sewaktu Bung Karno membacakan teks Proklamasi, pada saat pengibaran bendera, dan sebagian foto hadirin yang menyaksikan peristiwa yang sangat bersejarah itu.

Senin, 17 Mei 2010

Aku bertanya untuk Keadilan

What is the truth? adalah pertanyaan klasik yang dipertanyakan oleh para pencari kebenaran di dunia ini. Apa yang benar? dan apa yang salah? adalah masalah bolak-balik yang bisa direkayasa untuk kepantingan-kepentingan. Socrates minum racun maut, meskipun dibujuk oleh murid-muridnya agar tidak melakukannya. Apa yang "benar" dalam keyakinannya menuntun Socrates untuk melakukan tindakan itu. Padahal itulah yang diharapkan oleh penguasa agar Socrates mati. Bagi kalangan penentangnya "kebenaran" yang diyakini dan dihayati oleh Socrates adalah sebuah kekonyolan tragis, tapi bagi para pengikutnya keyakinan yang tidak tergoyahkan justru menabalkan Socrates sebagai filsuf yang satu kata dan satu perbuatan. Lalu mana yang benar? dan mana yang salah?. Relatif. Semua punya argumen masing-masing.

Lalu dengan jalan pikiran yang kira-kira sama, what is the justice? Apa itu keadilan? adil menurut siapa?. Adil bagi saya apakah itu juga berarti adil bagi yang lain?.Apakah keadilan melulu soal simetrikal ataukah non simetrikal?. Lalu kapan keadilan itu dipertanyakan? apakah ketika kita mengalami ketidakadilan?
Apakah hidup di dunia ini, selalu soal keadilan? Mengapa ada orang kaya tapi disisi lain juga ada orang miskin.Apakah adil jika orang kaya menjadi kaya hanya karena faktor keturunan, sementara ada orang yang tetap miskin karena sengaja dibuat miskin walaupun sudah berusaha sekuat tenaga untuk keluar dari kemiskinan.

Siapakah yang berhak menentukan keadilan? manusiakah? Tuhankah? Jika manusia keadilan apakah yang sedang kita cari, keadilan manusia?. Apakah hakiki? tidakkah keadilan bagi yang satu berarti ketidakadilan bagi yang lain pada saat yang bersamaan.

Aku melihat keatas dan memandang kepada Hakim di atas segala hakim dan meminta keadilanNya. Tapi sebenarnya yang aku cari adalah bagaimana supaya Ia berpihak kepada kepentinganku semata, padahal aku lupa kepentinganku bisa berarti malapetaka bagi yang lain. Lalu apa artinya aku meminta keadilanNya? berserah dan percaya kepadaNya tanpa harus memikirkan kepentingan diri sendiri, biarkanlah Dia memutuskan keadilan.

Selasa, 11 Mei 2010

Saatnya Mendengarkan Hati Nurani

kekisruhan negeri yang bernama Indonesia ini, tampak tidak memiliki ujung yang pasti. Pemberitaan di media massa terus mengirimkan sinyal bahwa negeri kita ini dibangun atas satu isu di atas isu-isu yang lain. Belum satu isu dituntaskan muncul isu yang lain lengkap dengan segala kompleksitasnya yang membuat dahi terus menerus berkerut. Diatas prahara kekisruhan ini, kisruh bank century, kisruh negeri para mafia, kisruh penegakan hukum, kisruh rebutan tanah, kisruh ujian nasional, kisruh tawuran, kisruh KPK, kisruh cicak buaya, kisruh Susno, kisruh partai politik, kisruh sekretariat gabungan, kisruh lapindo, kisruh sri mulyani dan kisruh-kisruh yang lain saking banyaknya, kita hanya bisa menyerukan moratorium dan kontemplasi untuk sejenak mendengarkan hati nurani kita.

Hati nurani yang saya maksudkan tidak ada hubungannya sama sekali dengan Hati nurani yang dilembagakan yaitu Partai Hati Nurani Rakyat. Hati nurani yang saya maksudkan adalah kewarasan berpikir, kejernihan mata untuk melihat, kebeningan telaga jiwa dari ruang yang paling dalam di dalam diri manusia sebagai "rupa" dan "gambar" TUHAN di bumi ini.

Sekeping perangkat surgawi, yang bernama hati nurani ini mampu menuntun manusia kepada pencerahan dan peradaban yang meningkatkan harkat dan martabat manusia yang tidak bisa diukur secara materi. Di titik inilah manusia menemukan jati dirinya yang sesungguhnya, Menjadi manusia yang manusiawi.

Bagi mereka yang berada di dalam pusaran arus kisruh,sekaligus menjadi aktor utama, pendukung, dan figuran, yang berpeluang untuk mengambil keuntungan-keuntungan demi peningkatan "harkat" dan "martabat" yang semu, pusaran arus tersebut dapat menjebak dan membutakan kewarasan berpikir, dan kebeningan hati nurani. Semuanya dihitung, saya berikan tapi saya harus mendapat, berapa yang yang saya berikan dan berapa yang saya dapat. Kalkulasi-kalkulasi seperti itu, hanya menurunkan harkat dan martabat kemanusiaan kita, kita manusia adalah pemelihara bumi bukan perusak bumi,menjauhkan bumi dari prahara dan kekacauan, kita manusia adalah pemegang mandat atas keberlangsungan penyelenggaraan tata kehidupan di bumi ini. Intinya adalah harkat dan martabat kemanusiaan yang menunjukan "keagungan" kemanusiaan kita, hanya akan tercapai jika bumi menjadi tenteram dan damai menjadi "rumah" bagi seluruh mahluk hidup di dalamnya.

Tenteram dan damai itu tidak berarti tidak ada konflik dalam hal pemikiran dan kepentingan, namun konflik tersebut harus dikawal agar tidak boleh berbelok kepada perusakan dan pembusukan yang pada ujungnya akan mengganggu tata ketentraman dan kedamaian. Sepanjang sejarah umat manusia yang diyakini oleh sebagian ilmuwan di mulai pada 10,000 BC, harkat dan martabat yang hakiki itu tidak mampu diemban dengan baik.Perang demi perang yang memusnahkan ras manusia sebagai ujung dari konflik pemikiran dan kepentingan, telah terjadi di mana-mana. Tata tentram dan damai yang seharusnya bersifat absolut itu kemudian menjadi nisbi. Pada satu titik tertentu akan tercapai keseimbangan baru setelah kekisruhan dan prahara melanda, maka itulah tata tentram damai yang baru. Namun pada kurun waktu yang lain, titik itu bergeser lagi menuju titik tertentu yang lain, maka tata tentram dan damai yang baru lagi tercipta, demikianlah terjadi terus menerus. Sejarah telah membuktikan itu.

Ketika manusia tidak lagi mengindahkan sinyal-sinyal yang diproduksi oleh perangkat surgawi yang bernama hati nurani, maka kewarasan berpikir dan kebeningan hati nurani tidak akan mampu lagi mempengaruhi tindakan perusakan dan pembusukan yang dilakukan oleh manusia. Hanya hati nurani kita yang sanggup menuntun kita untuk mengambil tindakan yang "benar" demi harkat dan martabat kemanusiaan kita. Kepada para politisi, para penegak hukum, para wartawan, para penggiat LSM, para birokrat, para guru dan dosen, para buruh,seluruh kita masyarakat luas, saatnyalah melakukan moratorium dan berkontemplasi, agar nurani kita berbicara dan menuntun kita kepada "keagungan" harkat dan martabat kemanusiaan kita, agar bumi Indonesia menemukan tata tentram dan damai yang baru. Untuk itu seluruh kekisruhan dan prahara ini, yang entah sengaja diciptakan atau tidak, harus mampu menemukan ujungnya, dan harus mampu berubah atau diubah menjadi energi yang menimbulkan komitmen kuat dan masal untuk tidak tercebur lagi pada lubang yang sama di dekade-dekade selanjutnya. Sungguh rakyat luas sama sekali tidak di untungkan dengan persoalan-persoalan elit tersebut. Justru merekalah yang paling menderita, karena elit sibuk "bertempur" sehingga tugas konstitusi mereka menjadi tidak optimal lagi, ujungnya rakyat terbawahlah yang paling menderita.Dengarkanlah hati nurani kita masing-masing berbicara.

Apa yang akan terjadi jika kekisruhan terus mengamuk di negeri yang bernama Indonesia ini? Ada beberapa kemungkinan. Apatisme dan zero partisipasi pada penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara semakin membesar, perlu harga waktu yang teramat mahal untuk memperbaikinya kembali. Kedua, revolusi sosial dengan harga yang teramat mahal bisa menghadang. Ketiga, Separatisme dengan berbagai alasan ideologis menemukan bahan bakarnya dan siap merobek Indonesia. Kemudian, kudeta berdarah oleh militer dan negeri ini menjadi junta militer bisa menjadi kemungkinan juga. Lalu kemungkinan failure state (negara gagal) dengan contoh-contoh kongkrit beberapa negara-negara Afrika, kekerasan bersenjata, munculnya milisi swasta, tindak kriminal, harga barang yang melambung tinggi, pembantaian etnis dan golongan, inflasi yang merajalela jauh pada level yang bisa dibayangkan adalah harga yang harus dibayar oleh sebuah failure state. Jika Indonesia tidak terkendali lagi oleh pemerintahnya, maka kemungkinan yang lain adalah kita akan menjadi negara boneka dari negara lain. Australia, Malaysia, Singapore, Brunei, Timor Leste, dan Papua Nugini memiliki kemungkinan untuk melakukannya. Tentu saja so pasti kita tidak menginginkan hal tersebut, itu adalah kemungkinan-kemungkinan yang paling buruk. Selagi masih ada waktu bagi kita untuk mencatatkan diri dalam sejarah kejayaan Indonesia bagi anak cucu kita kelak, dengarkanlah hati nurani kita dan ikutilah dia. dia tidak pernah berdusta, dan menuntun kita kepada "keagungan" harkat dan martabat kemanusian kita sebagai pemegang mandat. semoga.

Senin, 10 Mei 2010

Jepang

Jepang adalah negara kedua yang kujelajahi, maksudku dalam waktu yang cukup lama menetap sebagai permanent residence. Negara pertama adalah Belanda. kuhabiskan 2 tahun dari umur hidupku dalam kembara di negeri itu. Kuyakini, bukan hal yang kebetulan jika kemudian dua negara berbeda tersebut, dalam kurun waktu yang lalu pernah menancapkan sejarahnya di Bumi Indonesia.Tentu saja sejarah tersebut sedikitpun tidak pernah menjadi referensiku ketika memutuskan untuk memilih negara-negara tersebut.

Jepang bagiku sudah seperti negara keduaku setelah Indonesia. Kultur dan alamnya yang membuat aku suka dengan negeri ini. Kultur yang dibentuk oleh masa dan alam yang dibentuk oleh aktifitas geologis, telah membuat Jepang tampil menjadi negara yang cantik dimataku. Kemakmuran yang diperoleh dari hasil pertumbuhan ekonomi yang luar biasa selama puluhan tahun, telah menjadi daya tarik bagi banyak bangsa lain untuk mengecapnya. Ada banyak penduduk yang berasal dari negara lain, tinggal diJepang sebagai orang asing. Sebagian mereka datang dengan alasan pernikahan, namun cukup banyak juga yang datang sebagai tenaga kerja. Mereka menikmati manisnya madu Jepang berupa upah yang relatif lebih tinggi dari negara asal mereka, fasilitas publik yang bisa diakses dengan mudah, subsidy, perumahan, pelayanan kesehatan, pendidikan, sarana kesehatan dan kebersihan dan lain-lain.

Umumnya mereka bisa menikmati fasilitas tersebut, karena di negara Jepang, pemerintah memberikan fasilitas kepada semua penduduknya tidak terkecuali yang berstatus sebagai orang asing jika mereka hidup dengan income rendah, mereka memiliki anak yang harus dibesarkan dan disekolahkan.Nikmat dari kemakmuran Jepang ini memang menarik pendatang untuk mencicipi tinggal dinegeri ini dengan berbagai macam alasan.

Harap di catat bahwa hidup dengan income rendah bukan berarti kita tidak bisa hidup nyaman, punya mobil bagus, bisa menyekolahkan anak, bisa berobat jika sakit, sama sekali bukan. Income rendah disini adalah rendah menurut ukuran orang Jepang yang memang telah terbiasa dengan standar tinggi. Sehingga standar rendah mereka bagi kita tetaplah tinggi. Sehingga sekalipun income kita rendah, katakanlah di bawah 1 juta Yen/per tahun, namun kita masih bisa tinggal di public housing yang bagus, punya mobil dengan merek bagus dengan kondisi kinclong. Masih bisa jalan kemana-mana, menikmati kultur dan alam Jepang yang menarik dan indah.

Rabu, 05 Mei 2010

Golden Week

Awal mei 2010 sampai tanggal 6, Jepang memasuki golden week. Golden week adalah minggu emas untuk menyambut summer. Untuk penyambutan itulah selama beberapa hari, seluruh aktifitas formal di jepang mengalami peliburan, dikarenakan seluruh karyawan, pegawai pemerintahan, guru, dosen, dan sudah barang tentu siswanya juga, menggunakan libur awal musim panas ini, untuk sekadar lari sebentar dari rutinitas yang dapat menjemukan. Lari untuk menikmati, suasana lain yang berbeda, sehingga di harapkan produktifitas akan semakin meningkat. Ada sebagian orang yang pergi menginap di pegunungan, atau berkemah dipantai, atau hanya sekedar mengunjungi kota lain, namun ada juga yang sebagian mengisi waktu liburan dengan berbagai aktifitas yang berguna untuk pertumbuhan keluarga, seperti misalnya bersama-sama anggota keluarga mengunjungi museum, atau pergi ke kebun binatang, atau mengunjungi taman-taman bermain, atau taman rekreasi. Yang penting, anak senang, bertambah pengetahuannya, Bapak dan ibunya juga senang karena mendapatkan kesempatan untuk pergi bersama-sama, saling berkomunikasi. Selama golden week, kegiatan publik berjalan dengan lambat, pada titik tertentu dengan mudah kita melihat jalanan lengang tanpa ada orang yang berlalu lalang, tapi pada titik-titik yang lain, misalnya pada kawasan wisata, kita akan mudah melihat mobil-mobil mengular, terhambat oleh kemacetan panjang. Pulang dari berlibur selama golden week, badan jadi pegal, apalagi jika ada kegiatan fisik yang dilakukan selama golden week misalnya surfing di pantai, berolahraga jogging. Rasa penat dan pegal biasanya masih terasa pada hari pertama masuk kerja. Itulah sebabnya kelambanan masih sering terjadi pada hari pertama kerja. Mobil-mobil di parkir biasanya baru terisi penuh setelah tengah hari, mungkin pemiliknya, masih harus meluruskan pinggang dan kaki, sekedar menghilangkan rasa sakitnya sebelum berangkat kerja. Di tempat kerjapun masih dipenuhi dengan wajah-wajah yang kelelahan setelah berkelana ke tempat-tenpat yang jauh, dan baru pulang hanya beberapa jam sebelum masuk kerja. Alhasil, produktifitas yang diharapkan sebagai outcome dari golden week ini baru akan menunjukan hasilnya setelah beberapa hari kemudian. Selamat datang musim panas.

Jumat, 30 April 2010

Laboratorium
Laboratorium bagi banyak orang adalah tempat ayang dipenuhi dengan aneka alat-alat dan mesin, serta identik dengan ruang hening, putih,yang terdengar hanya suara mesin dan ketukan papan keyboard komputer. Anggapan itu tentu saja benar 100%, karena demikianlah adanya sebuah laboratorium. Dari kata Labora yang berarti bekerja, sehingga laboratorium berarti "tempat untuk bekerja". Sekalipun pengertian laboratorium tidak pernah berubah namun peralatan yang terdapat di dalam laboratorium dan aktivitas yang menyertainya, tentu tidaklah sama dari satu laboratorium ke laboratorium yang lain. Ada laboratorium yang hanya berisi perangkat peralatan komputer, lemari buku, jaringan internet, kegiatan di dalamnya adalah analisis yang dilakukan secara numerik dengan menggunakan bantuan program-program komputer.Apapun bentuk fisiknya dan aktivitas yang menyertainya, sepanjang tempat itu digunakan untuk pekerjaan-pekerjaan ilmiah (analisis-sintesis) maka tempat itu bisa disebut sebagai laboratorium. Contohnya di laboratorium urban and environmental economics, perangkat utama yang terdapat di dalamnya hanyalah komputer yang dilengkapi dengan jaringan internet sistem LAN. Sedangkan program utama yang digunakan adalah Mathlab,Visual basic, Fortran. Jenis pekerjaan yang dilakukan adalah analisis numerik.

Senin, 26 April 2010

Belajar
Proses belajar adalah bagian dari kehidupan kita sebagai manusia. Tanpa kita sadari bahwa, begitu banyak proses belajar yang telah kita lalui sehingga,kalau sampai saat ini kita bisa melakukan berbagai macam ketrampilan hidup, maka itu tidak diperoleh secara tiba-tiba, itu datang sebagai hasil dari pembelajaran. Masih ingatkah kita bagaimana kita belajar berjalan, kita belajar mengenali alam yang ada disekitar kita, atau masih ingatkah kita belajar mengenai lambang numerik abstrak, atau belajar berbicara, menulis dan sebagainya.

Manusia adalah mahluk yang mampu belajar secara kompleks. Otaknya memang didesain itu tugas itu. labirin-labirin otak manusia memiliki kemampuan jauh di atas mahluk hidup lainnya di dalam menyimpan memori dan berimajinasi. Itu sebabnya manusia mampu belajar dari pengalaman-pengalaman sindiri maupun pengalaman orang lain yang dideskripsikan. Manusia membangunan peradaban dan kebudayaannya sendiri melalui kemampuan deskripsi lisan dan kemudian berkembang kepada deskripsi tulisan. Kebudayaan yang didalamnya terkandung pengetahuan-pengetahuan hasil dari pengalaman generasi-generasi sebelumnya, berkembang secara sedimentasi, berlapis-lapis, bertumpuk-tumpuk, dan tiap lapisan mengandung makna pencapaian optimum dari genarasi yang membangunnya.

Selama pembelajaran menjadi bagian dari kodrat manusia maka demikian juga pengembangan kebudayaan dan peradabannya menjadi sebuah keniscayaan. Sampai kapan? sampai ke dalam ketiadaan. Ketiadaan (emptiness) adalah bahasa yang dipakai dalam ruang ilmu pengetahunan, sementara kekekalan (eternity) adalah bahasa kaum agamawan untuk satu pengertian yang sama. Untuk lebih menjelaskan maksud tulisan ini maka ijinkanlah saya menggunakan terminologi kalangan agamawan ini. Berawal dari kekekalan sampai kekekalan. Lantas apa artinya kehidupan manusia? kehidupan manusia adalah bagian dari periode yang berawal dari kekekalan sampai kekekalan. Jika kita ingin membayangkan bahwa awal dari segala sesuatu adalah kekekalan dan akhir dari segala sesuatu adalah kekekalan, maka dapatlah kita bayangkan sebuah garis yang tidak berujung hulu dan tidak berujung hilir atau dalam bahasa matematika dikenal dengan istilah infinity. Lalu diantara garis infinity itu, kita bayangkan muncul riak garis lalu setelah sekian jauh beriak lalu garis itu kembali lurus lagi. Ujung hulu Garis yang beriak itu adalah permulaan kehidupan manusia di Bumi sementara ujung hilir garis yang beriak itu adalah akhir dari kehidupan peradaban manusia dan kehidupan bumi atau yang lebih luas lagi alam semesta ini. Pemahaman ini sejalan dengan big bang theory yang dikembangkan oleh ilmuwan terkemuka untuk menjelaskan terjadinya alam semesta ini. Berdasarkan big bang theory alam semesta ini mengerut dan mengembang sejak ledakan besar terjadi berbilyun-bilyun tahun cahaya yang lalu. Dan bumi kita berada dalam pusaran ledakan itu, yang belum berhenti bergerak sampai sekarang ini. Alam semesta tidak kosong di dalamnya bergerak energi yang besar, yang mengatur semua sirkulasi, gerakan benda-benda yang ada didalamnya. Ada hukum yang mangatur alam semesta ini, dan didalam hukum tersebut terdapat turunan hukum yang lain yang mengatur dalam skala yang lebih kecil demikian seterusnya. Skala itu berujung, paling tidak sampai saat baru itulah yang bisa difahami oleh manusia yaitu skala atom. Apakah ada skala yang lebih kecil lagi seperti misalnya atom di dalam atom?. Tentu jika mengingat pola dari kekekalan sampai kekekalan maka skala itu pastilah tidak akan berujung akan ada berjuta-juta skala yang lebih kecil lagi dari atom, jika saja seandainya ada kemampuan kita untuk menemukannya. Jadi jika kita menyadari sepenuhnya bahwa alam semesta ini bergerak dalam tatanan hukum-hukum yang pasti,digerakan oleh energi kosmik yang maha besar, maka sungguh sulit untuk meragukan sang Cause Prime atau Sang Prime Mover di dalam alam semesta kita ini. Maka perjuangan para ilmuwan besar yang mendedikasikan hidupnya untuk membuka tabir rahasia alam semesta ini, selayaknyalah membawa umat manusia semakin mendekat kepadaNya.

Rabu, 14 April 2010

BERITA DIKUTIP DARI KOMPAS

JAKARTA, KOMPAS.com - Anjungan Kalimantan Tengah berupa rumah panjang atau rumah betang di Taman Mini Indonesia Indah atau TMII Jakarta, minim data dan buku informasi tentang provinsi dan kabupaten di Kalteng.

"Buku tentang profil masing-masing kabupaten di Kalteng tidak lengkap. Mestinya data yang ada di anjungan ini selalu dibarui secara periodik," kata Anis, seorang petugas anjungan Kalteng di TMII Jakarta, Kamis (15/4/2010).

Menurut Anis, semestinya pemerintah daerah dan provinsi memberikan data, misalnya buku-buku tentang potensi daerah dan sejarah masing-masing kabupaten sehingga pengunjung anjungan mengetahui kondisi daerah setempat.

Apalagi, kata dia, angjungan ini banyak dikunjungi wisatawan domestik dan mancanegara, sehingga sebelum mengunjungi wilayah Kalteng para turis sudah mendapatkan informasi yang memadai.

"Kami tidak tahu kenapa pemerintah daerah dan provinsi kurang memberikan perhatian terhadap keberadaan anjungan yang merupakan pintu gerbang Kalteng sebelum orang berkunjung ke daerah," kata perempuan berjilbab ini.

Anis mengatakan, selain minimnya informasi, belum semua kabupaten mempunyai ruang berisi miniatur daerah di dalam anjungan Kalteng itu seperti pakaian adat dan benda khas daerah setempat.

Saat ini, katanya, hanya ada enam dari 14 kabupaten dan kota yang memiliki stand (ruangan), yakni Kabupaten Barito Utara, Barito Selatan, Kotawaringin Barat, Kotawaringin Timur, Kapuas dan Kota Palangkaraya.

Delapan kabupaten yang merupakan kabupaten pemekaran seperti Kabupaten Murung Raya, Barito Timur, Pulang Pisau, Gunung Mas, Katingan, Seruyan, Sukamara dan Lamandau belum memiliki miniatur daerah.

"Rencananya ruangan untuk kabupaten pemekaran itu akan menempati bangunan rumah adat lainnya di sekitar anjungan Kalteng, namun hingga sekarang belum ada realisasinya," jelas Anis.

Anjungan Kalteng di kawasan wisata ini berada di atas lahan seluas satu hektare terdiri atas beberapa bangunan utama digunakan untuk ruang pamer hasil hutan, antara lain damar, karet, rotan, dan akar pasak bumi.

Selain itu hasil kerajinan, antara lain kerajinan dari getah karet, batu kecubung, dan berbagai jenis anyaman, berbagai jenis senjata tradisional seperti mandau, tombak, sumpit, tombak mata tiga, dan sejenis perisai (talawang).

Ada pula alat penangkap ikan (mihing) di Sungai Kahayan Hulu berbentuk rakit yang menurut legenda merupakan alat gaib Sangiang, jika dipasang di darat dapat menghimpun harta benda, sedangkan jika dipasang di air dapat menghimpun ikan.

Bangunan lain sebagai pelengkap, berupa dua pantar sanggaran, dua buah tiang pantar panjang Kamelang Dare yang dianggap sebagai jalan roh untuk naik ke surga, serta sandung, yakni tempat menyimpan tulang manusia yang sudah meninggal dan sudah ditimahkan dengan suatu upacara khusus.

Balai adat berbentuk hampir sama dengan rumah betang, tetapi tak ada biliknya berfungsi sebagai tempat untuk melaksanakan berbagai upacara adat, tempat musyawarah antarkeluarga dan antarsuku, tempat hantaran pada upacara tiwah, serta tempat untuk menyimpan peti yang berisi kerangka sebelum dipindahkan ke sandung.

Di Anjungan Kalteng, bangunan ini digunakan untuk tempat pertemuan, tempat pertunjukan seni, serta pameran lukisan tentang pelbagai jenis upacara adat, tarian daerah, dan legenda.

Di seputar anjungan dibangun kolam yang menggambarkan sungai yang di dalamnya ada sepasang perahu yang dinamai Banama Riung Ajung Kangkari Rayang, merupakan kendaraan para roh suci dan dewa-dewa dalam kepercayaan Hindu Kaharingan.

Sebagaimana anjungan lain, Anjungan Kalimantan Tengah menggelar kesenian tradisional dan upacara adat suku Dayak pada hari Minggu dan libur.

Selasa, 13 April 2010

AWARD


2010年4月 8日
環境・生命工学専攻 D2年 Indrawan Permanaさん、生産システム工学専攻 M2年 菅原喬史さんが、「日本環境共生学会学会賞<環境共生学術賞>研究発表発表賞」を受賞しました。
環境・生命工学専攻博士後期課程2年 宮田研究室 Indrawan Permanaさん、生産システム工学専攻 修士課程2年 渋澤研究室 菅原喬史さんが、平成21年9月26日~27日につくば市で開催された第12回日本環境共生学会研究発表大会において発表した研究に対し「日本環境共生学会学会賞<環境共生学術賞>研究発表大会学生発表賞」が授与されました。

本賞は、環境共生に関する研究発表の中で優れた内容および発表を行った学生に対して贈られる賞です。
講演題目: An Urban Economic Model of Illegal Settlements in Flood Prone Areas in Central Kalimantan Province, Indonesia
発表者: 環境・生命工学専攻 博士後期課程2年 宮田研究室 Indrawan Permana
共著者: 宮田 譲 教授 

講演題目: 自動車産業における技術革新がもたらす経済波及効果の分析
発表者: 生産システム工学専攻 修士課程2年 渋澤研究室 菅原喬史
共著者: 渋澤博幸 准教授 

April 8, 2010

Indrawan Permana, a D2,doctoral student in Department of Environmental and life Engineering Toyohashi University of Technology and M2 student of Production Engineering Sugawara Takashi have been awarded “The best Papers Presentation Award” by Environmental Society of Japan at HES conference which was held in Tsukuba City in September 26 - 31, 2009. Around 27 researchers have participated in the conference of the 12th HES


This award, is awarded for outstanding student who made the best achievement during the conference. Indrawan Permana and co-authors Prof. Miyata Yuzuru presented a paper with a title “ An Urban Economic Model of Illegal Settlements in Flood Prone Areas in Central Kalimantan Province, Indonesia”.

Sugawara Takashi presented with co-authors: Professor Hiroyuki Shibusawa “Analysis of economic impact caused by technological innovation in the automotive industry”

Senin, 22 Februari 2010

A Two Dimensional Urban Economics Modeling Approach in Analysing River-bank Settlements




Rapid urbanization and inadequate capability to cope with housing needs of people in urban areas have contributed to the expansion of the illegal settlements as found in small growing cities in Central Kalimantan Province in Indonesia. The settlements have been occupying several flood prone areas along riverbanks which should be preserved as open spaces according to the environment laws and local government ordinances. Nowadays provincial, municipal and regent governments in Indonesia are facing challenges to create policies for reducing uncontrolled occupations in risky areas such as flood prone areas. To cope with this significant issue, first, we should construct an analytical model to explain the existence of illegal settlements in flood prone areas, and then proceed to consider policies how to reduce the illegal settlements.
Permana and Miyata (2009) showed a partial equilibrium urban economic model to explain the existence of illegal settlements in flood prone areas in Palangka Raya city in Central Kalimantan Province, introducing the expected damage rate on household asset. Applying this new idea, one can derive the conclusion where the bid rents by low income households get higher than those by high income households in flood prone areas. This is the contrary conclusion being highlighted as compared with that in the traditional urban economics.
Following this paper, Permana and Miyata (2009) extended the partial equilibrium model into a general equilibrium model. However those papers deal with the linear city model slightly lacking the reality. Prior to these papers, Miyata (2009) showed a two dimensional urban economics model internalizing commodity and labor flows, and transport networks. The present article aims to apply the two dimensional spatial model to Palangka Raya city, and examine an income redistribution policy to reduce the illegal settlements.





.